Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Polemik Sastra Masuk Kurikulum Merdeka, Kepala BSKAP Kemendikbudristek Jelaskan Alasan dan Tujuannya

Kemendikbud Ristek jelaskan alasan memasukkan sastra ke dalam Kurikulum Merdeka, demi tingkatkan literasi serta perkaya pengetahuan budaya.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Polemik Sastra Masuk Kurikulum Merdeka, Kepala BSKAP Kemendikbudristek Jelaskan Alasan dan Tujuannya
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Pengunjung membaca buku di perpustakaan mini Taman Suropati, Jakarta, Minggu (9/1/2022). Jakarta ditetapkan sebagai 'City of Literature' atau Kota Sastra Dunia dari 49 kota lain di dunia yang tergabung dalam jaringan kota kreatif dunia atau "UNESCO's Creative City Network tahun 2021" oleh Badan Pendidikan dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Kemendikbud Ristek jelaskan alasan memasukkan sastra ke dalam Kurikulum Merdeka, demi tingkatkan literasi serta perkaya pengetahuan budaya. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) baru - baru ini membuat langkah inovatif dengan memasukkan sastra ke dalam Kurikulum Merdeka

Langkah itu diharapkan dapat meningkatkan literasi, memperkaya pengetahuan budaya, dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa di Indonesia.

Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek, Anindito Aditomo mengatakan Sastra Masuk Kurikulum menyediakan daftar karya sastra Indonesia yang bisa digunakan pada mata pelajaran dan pendidikan karakter, mulai jenjang SD sampai SMA dan SMK.

“Karya sastra menjadi bahan ajar yang berharga karena bisa mengundang pembaca untuk menghayati dunia batin tokoh-tokoh yang merasakan dan memahami sesuatu dengan caranya masing-masing," kata Anindito dalam keterangannya, Rabu (29/5/2024).

Selain itu, karya sastra juga mampu mengupas isu kompleks sekaligus menyajikan perdebatan moral yang mendorong pembaca keluar dari pemikiran hitam-putih dan memikirkan ulang opini serta prasangka yang sebelumnya tidak disadari.

Namun murid perlu dipandu mengubah tafsir yang mereka pilih ke wahana yang berbeda, dari prosa ke puisi atau sebaliknya dari teks menjadi gambar, drama, atau film dan dari fiksi menjadi kritik sastra atau karya ilmiah.

Baca juga: Hidupkan Literasi melalui Sandiwara Sastra, Kemendikbudristek Rilis Drama Audio Misteri Nusantara

Dengan kata lain, pembelajaran sastra tidak terbatas pada menghafal buku dan siapa penulisnya, berasal dari aliran atau periode apa. Tetapi lebih menggali nilai-nilai yang ada.

BERITA REKOMENDASI

Anindito mencontohkan penerapan hal itu sudah ditampilkan saat peluncuran oleh SDN Banyuripan yang membuat pentas wayang dari adaptasi buku 'Mata dan Rahasia Pulau Gapi' yang ditulis Okky Madasari. 

Selain itu SMP Sekolah Alam Bogor yang menampilkan musikalisasi puisi 'Hatiku Selembar Daun' yang ditulis Sapardi Djoko Damono.

Sementara SMA Kolese Gonzaga Jakarta yang membuat monolog dari novel 'Laut Bercerita' karya Leila S. Chudori.

“Bagi sebagian guru, pemanfaatan karya sastra dalam pembelajaran mungkin hal baru. Karena itu kami menyusun modul-modul ajar yang bisa menjadi inspirasi atau diadaptasi oleh guru,” tambahnya. 

Adapun pelincuran Sastra Masuk Kurikulum dibarengi dengan Buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra, hal ini kemudian ditanggapi beragam oleh publik.

Buku yang disusun bersama Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ini mencakup 177 judul buku fiksi. Daftar ini direkomendasikan para kurator yang terdiri dari para akademisi, sastrawan terkenal dan para pendidik. 

Dari jumlah itu, 43 karya untuk SD sederajat, 29 judul untuk jenjang SMP, dan 105 untuk SMA/SMK/MA.

Baca juga: Jon Fosse, Penulis Norwegia yang Dikenal Inovatif, Raih Nobel Sastra 2023

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas