Waswas Tapera Dikorupsi Layaknya Asabri dan Jiwasraya
Tapera dikhawatirkan sejumlah pihak menjadi ladang korupsi baru. Mereka pun tidak ingin Tapera berakhir seperti Asabri dan Jiwasraya.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tetap dijalankan pemerintah meski gelombang protes disampaikan oleh pengusaha maupun pekerja.
Tak hanya itu, Tapera pun dikhawatirkan bakal menjadi lumbung korupsi layaknya dua perusahaan asuransi berpelat merah yaitu Asabri dan Jiwasaraya di mana dana yang dimiliki berasal dari dana publik yang dikumpulkan.
Kekhawatiran ini pun disampaikan oleh anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron.
"Jangan sampai kasus-kasus proyek seperti sebelunya, kita ingat, Jiwasraya, dana pensiun Asabri, Taspen yang semuanya itu juga sbeagai bagian dana publik," kata Herma di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Kamis (30/5/2024) dikutip dari Kompas.com.
Herman pun mengusulkan agar adanya transparansi dari pemerintah terkait pengelolaan dana publik dalam Tapera.
Hal ini, sambungnya, semata-mata demi menghindari kasus korupsi triliunan di Asabri dan Jiwasraya tidak terulang lagi di program Tapera.
"Oleh karenanya juga harus dicairkan bagaimana pengumpulan dana publik harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan kapabel," jelas Herman.
Senada, Koordinator ICW, Agus Sunaryanto juga mengkhawatirkan dana publik yang terkumpul dalam Tapera turut menjadi bancaan korupsi.
Agus mengatakan uang iuran itu begitu berpotensi untuk diselewengkan lantaran bakal mengendap dalam jangka waktu yang lama.
Baca juga: Program Tapera Dipandang Jadi Maksud Baik Pemerintah Atasi Backlog Rumah Pertama Masyarakat
Sehingga, sambungnya, sangat sulit untuk melakukan pemonitoran secara berkala.
Agus juga mengkhawatirkan, jika Tapera benar-benar dikorupsi, maka pemerintah akan gagal menanggungnya layaknya perkara Asabri dan Jiwasraya.
"Kalau melihat tren-tren ya kasus asuransi banyak yang bermasalah, kayak Jiwasraya, Asabri, dan lain-lain pada akhirnya pemerintah juga tidak bisa menalangi. Ketika itu dikorupsi pada akhirnya masyarakat lagi yang menanggung," katanya di Kantor YLBHI, Jakarta dikutip dari YouTube Kompas TV, Senin (3/6/2024).
Di sisi lain, Agus pun menganggap iuran Tapera yang cuma diambil tiga persen dari gaji pekerja juga tidak menjamin membuat mereka mendapatkan rumah.
Ditambah, imbuhnya, masih ada pengaruh inflasi dan perubahan harga-harga yang fluktuatif membuat masyarakat pun pesimis atas program ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.