UU KIA Disahkan: Pemberi Kerja Dilarang Pecat Ibu Cuti Melahirkan dan Wajib Bayar Upah Penuh
Kemudian, ibu yang sedang cuti melahirkan berhak mendapatkan upah secara penuh. Yakni, untuk tiga bulan pertama dan bulan keempat.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA), mengatur hak yang dapat diperoleh ibu yang sedang cuti melahirkan.
Satu diantaranya aturan pelarangan pemberi kerja melakukan pemecatan kepada ibu cuti melahirkan.
"Bahwa ibu yang bekerja yang menggunakan hak cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan," ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga di Ruang Rapat Paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/6/2024).
Dalam draf UU KIA, aturan itu tertuang pada pada Pasal 5 ayat 1. Berikut bunyi pasal tersebut.
Pasal 5:
(1) Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Baca juga: UU KIA Atur Cuti Ibu Melahirkan Bisa 6 Bulan, Suami Berhak Cuti 5 Hari
Kemudian, ibu yang sedang cuti melahirkan berhak mendapatkan upah secara penuh. Yakni, untuk tiga bulan pertama dan bulan keempat.
(2) Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a berhak mendapatkan upah:
a. secara penuh untuk 3 (tiga) bulan pertama;
b. secara penuh untuk bulan keempat; dan
c. 75 persen (tujuh puluh lima persen) dari upah untuk
bulan kelima dan bulan keenam.
(3) Dalam hal Ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberhentikan dari pekerjaannya dan/atau tidak memperoleh haknya, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah memberikan bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
DPR Sahkan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak
Diberitakan, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) menjadi Undang-Undang.
Pengesahan itu dilakukan pada Rapat Paripurna ke-19 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024, pada Selasa (4/6/2024).
Baca juga: DPR Usulkan Masa Berlaku Visa Umrah Hanya Sebulan Untuk Cegah Jemaah Haji Colongan
Awalnya, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka menyampaikan laporan pembahasan RUU KIA.
Diah mengungkapkan RUU KIA terdiri dari 9 bab dan 46 pasal.
"Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada fase seribu hari pertama kehidupan terdiri dari 9 bab, 46 pasal, yang pengaturannya meliputi hak dan kewajiban, tugas dan wewenang penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, data dan informasi, pendanaan serta partisipasi masyarakat," kata Diah.
Kemudian, Puan selaku pimpinan rapat meminta persetujuan peserta rapat untuk mengesahkan RUU KIA menjadi Undang-Undang.
"Selanjutnya kami akan menanyakan kepada setiap fraksi, apakah RUU KIA pada fase 1000 hari pertama kehidupan dapat disetujui untuk menjadi Undang-Undang" tanya Puan.
"Setuju," jawab peserta rapat.