MAKI: Permintaan SYL Hadirkan Jokowi-Ma'ruf Amin Jadi Saksi Meringankan Sia-sia
MAKI menganggap permintaan SYL untuk Jokowi-Ma'ruf Amin menjadi saksi meringankan bakal berakhir sia-sia. Ini alasannya.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menganggap permintaan eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo atau SYL, untuk menghadirkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden, Ma'ruf Amin,ke persidangan bakal berakhir sia-sia.
Ada dua alasan yang disampaikan Boyamin terkait permintaan dari mantan Gubernur Sulawesi Selatan tersebut akan berakhir sia-sia.
Pertama, meski Jokowi dan Ma'ruf Amin akan dihadirkan, maka peluang SYL untuk diringankan ataupun dibebaskan dari hukuman akan sulit.
Boyamin mengatakan hal tersebut lantaran perkara yang menjeratnya soal tindakan melanggar hukum yang dilakukannya sendiri seperti pemerasan dan memperkaya diri sendiri dan keluarga serta tidak berkaitan dengan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam konteks pembuatan kebijakan.
"Kalau ini sebenarnya untuk membebaskan sulit. Karena konteksnya kan berbeda, bukan terkait dengan kebijakan dan birokrasi pemerintahan tapi kesalahan yang dilakukan Pak SYL."
"Itu semata-mata terkait dengan pribadi. Dugaan paling tinggi kan pemerasan, pungutan liar, suap, gratifikasi, dan segala permintaan pribadi dari istrinya, anaknya, keluarganya, hingga cucunya," kata Boyamin ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (8/6/2024).
Kedua, Boyamin menilai Jokowi dan Ma'ruf Amin juga enggan untuk menjadi saksi meringankan bagi SYL.
Menurutnya, masih banyak urusan kenegaraan yang bisa diurus oleh Jokowi dan Ma'ruf Amin alih-alih menjadi saksi meringankan SYL yang kasusnya pun tidak berkaitan dengan program pemerintah.
"Saya yakin sih Pak Presiden dan Wakil Presiden juga rasanya tidak akan bersedia menjadi saksi meringankan karena tugasnya masih banyak. Ini kan semata-mata urusan pribadi Pak SYL, jadi terpisah dengan pemerintahannya Pak Jokowi."
"Saya harap Presiden dan Wakil Presiden tidak melayani urusan ini. Ini bukan urusan Pak Jokowi dan Pak Ma'ruf Amin," tutur Boyamin.
Sebelumnya, pengacara SYL, Djamaluddin Koedoeboen, mengungkapkan pihaknya sudah mengirimkan surat ke Jokowi dan Ma'ruf Amin agar menjadi saksi meringankan kasusnya.
Sebenarnya, selain Jokowi dan Ma'ruf Amin, surat serupa juga dikirimkan ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dan Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla.
"Secara resmi kami juga sudah bersurat ke Bapak Presiden kemudian ke Bapak Wapres," ujar Djamaluddin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Jumat (7/6/2024).
Djamaludin mengatakan tokoh-tokoh tersebut mengenal SYL lantaran sempat menjadi pembantu presiden.
Selain itu, dia juga mengklaim semasa kliennya menjabat sebagai Mentan, ia memberikan kontribusi sebesar Rp 2.200 triliun setiap tahunnya kepada negara.
Kendati begitu, Djamaluddin mengaku pihaknya juga menyiapkan saksi meringankan lainnya, mengingat orang-orang tersebut merupakan pejabat tinggi negara.
Namun, dia tetap berharap Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan turun tangan memberi klarifikasi kepada publik terkait kasus yang menjerat mantan menterinya tersebut.
“Entah itu menyalahkan atau membenarkan atau meluruskan tetapi saya kira itulah pertanggungjawaban moral sebagai kepala negara sebenarnya yang kita harapkan,” kata Djamaluddin.
Diketahui, jaksa KPK mendakwa SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Pemerasan ini disebut dilakukan SYL dengan memerintahkan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta; dan eks Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono; Staf Khusus Bidang Kebijakan, Imam Mujahidin Fahmid, dan ajudannya, Panji Harjanto.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ilham Rian Pratama)
Artikel lain terkait Dugaan Korupsi di Kementerian Pertanian