Tak Ada Istilah Medis Detoksifikasi Vaksin Covid-19, Komnas KIPI Beri Penjelasan
Penjelasan Komnas KIPI merespons adanya narasi yang muncul di media sosial terkait detoksifikasi vaksin Covid-19 yang telah masuk ke dalam tubuh.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas KIPI) menyebut dalam medis tidak ada istilah detoktifikasi vaksin Covid-19.
Hal ini merespons adanya narasi yang muncul di media sosial terkait detoksifikasi vaksin Covid-19 yang telah masuk ke dalam tubuh.
Klaim ini muncul menyusul kekhawatiran terhadap efek samping vaksin Covid-19.
Ketua Komnas KIPI Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari, Sp.A(K), M.Med.Ed., PhD. menegaskan, vaksin yang disuntikkan bertujuan membentuk kekebalan tubuh atau menghasilkan antibodi.
Sementara itu, detoksifikasi merupakan upaya membersihkan, menetralkan, atau mengeluarkan zat racun atau toksin dari dalam tubuh.
“Jadi, (divaksinasi) tidak ada racun dan antibodi, tidak bisa dinetralisir. Bukan dinetralisir, ya, tapi kalau ada virus masuk, benda asing atau patogen masuk, dia akan menetralisir. Oleh karena itu, tidak ada istilah detoksifikasi pada vaksin," jelas Prof. Hinky dikutip dari rilis Kemenkes, Sabtu (8/6/2024).
Klaim lain yang beredar menyebutkan bahwa mandi dengan soda kue, garam Epsom atau garam Inggris, dan boraks dapat mendetoksifikasi vaksin.
Selain itu, cuci darah yang dilakukan berulang kali juga diklaim sebagai cara untuk mendetoksifikasi vaksin.
“Soda kue untuk menetralisir asam, sedangkan (bahan pembersih) boraks dapat bersifat karsinogenik yang dapat menimbulkan kanker. Bukannya menyelesaikan masalah, justru akan menambah masalah kesehatan,” ungkap dia.
Ia menyebut, bahwa cuci darah menetralisir toksin, sedangkan vaksin disuntikkan akan membentuk antibodi, bukan toksin.
Cuci darah bukan buat mengeluarkan antibodi, melainkan mengeluarkan zat racun. Kalau sifatnya bukan racun, ya, tidak akan keluar, karena bermanfaat bagi tubuh.
"Vaksin bekerja dengan cara membangun sistem kekebalan tubuh secara khusus untuk melawan penyakit tertentu. Sistem imun di dalam tubuh memiliki peran penting untuk melindungi tubuh dari serangan virus atau bakteri," terang dia.
Dengan terbentuknya antibodi, jika ada virus masuk, benda asing masuk, bakteri masuk, maka antibodi menetralisir.
Prof. Hinky juga menampik klaim keliru yang beredar di media sosial, yaitu anak yang tidak divaksinasi bebas dari infeksi telinga dan pengobatan antibiotik. Menurutnya, klaim tersebut tidak benar.
Vaksin influenza merupakan salah satu jenis vaksin yang bermanfaat bagi anak, dapat mengurangi risiko komplikasi flu, seperti infeksi telinga, serta mencegah keparahan penyakit yang sudah ada.
“Kuman penyebab infeksi telinga streptococcus pneumoniae dan haemophilus influenzae, kalau (anak) divaksinasi, ya, angkanya (risiko kejadian infeksi) berkurang. Jangan sekadar berasumsi atau mendengar tanpa ada basis data yang benar,” tutur Prof. Hinky.