Tapera Tuai Penolakan, Anies Minta Pemerintah Dengar Aspirasi Publik
Tapera menuai polemik dan mendapat penolakan masif dari masyarakat, Anies Baswedan meminta pemerintah mendengarkan aspirasi publik.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai polemik dan mendapat penolakan masif dari masyarakat.
Sebab skema iuran Tapera ini memotong gaji para pegawai.
Mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan meminta pemerintah mendengarkan aspirasi publik.
Sehingga negara menilai seberapa besar kebijakan bisa diterima masyarakat.
"Saya rasa begini, dari komentar-komentar publik, negara bisa menilai, seberapa masuk akal kebijakan itu," kata Anies kepada wartawan di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (7/6/2024).
Adapun penolakan terhadap iuran Tapera satu di antaranya disuarakan Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.
Said mendesak pemerintah cabut aturan No. 21 tahun 24 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (PP Tapera).
Menurut Said Iqbal, setidaknya ada beberapa alasan mengapa Program Tapera harus dicabut. Pertama soal ketidakpastian.
"Dengan potongan iuran sebesar 3 persen (tiga persen) dari upah buruh, dalam sepuluh hingga dua puluh tahun kepesertaannya, buruh tidak akan bisa membeli rumah. Bahkan hanya untuk uang muka saja tidak akan mencukupi," kata Said Iqbal dalam keterangannya kepada Tribunnews, Minggu (2/6/2024).
Alasan yang kedua menurutnya pemerintah lepas tanggungjawab dalam PP Tapera. Hal itu dikarenakan tidak ada satu klausul pun yang menjelaskan bahwa pemerintah ikut mengiur dalam penyediaan rumah untuk buruh dan peserta Tapera lainnya.
"Iuran hanya dibayar oleh buruh dan pengusaha saja, tanpa ada anggaran dari APBN dan APBD yang disisihkan oleh pemerintah untuk Tapera. Dengan demikian, pemerintah lepas dari tanggungjawabnya untuk memastikan setiap warga negara memiliki rumah yang menjadi salah satu kebutuhan pokok rakyat, selain sandang dan pangan," terangnya
Ia juga menegaskan program tersebut membebani pekerja, saat daya beli buruh yang turun 30% (tiga puluh) persen dan upah minimum yang sangat rendah akibat UU Cipta Kerja.
"Potongan iuran Tapera sebesar 2,5 persen yang harus dibayar buruh akan menambah beban dalam membiayai kebutuhan hidup sehari-hari," jelasnya.
Selain itu kata Said Iqbal program tersebut terdapat kerancuan yang berpotensi besar untuk disalahgunakan. Karena di dunia ini hanya ada sistem jaminan sosial (social security) atau bantuan sosial (social assistance).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.