Pengamat Sebut Revisi UU MD3 Lebih Politis dan Belum Memiliki Urgensi
Dia menilai revisi UU MD3 belum diperlukan dalam waktu dekat ini karena kecenderungannya lebih politis dan tidak urgen.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik Herry Mendrofa ikut menyoroti rencana revisi UU MD3 yang digulirkan oleh beberapa pihak.
Dia menilai revisi UU MD3 belum diperlukan dalam waktu dekat ini karena kecenderungannya lebih politis dan tidak urgen.
"Saya rasa revisi UU MD3 belum saatnya dilakukan karena momentumnya lebih politis jika dikaitkan dengan persoalan perebutan posisi di parlemen sehingga tidak urgen," kata Herry, Kamis 13 Juni 2024.
Jika revisi UU MD3 terjadi berarti ada hal yang mendesak dan darurat.
"Begini, revisi UU MD3 dijalankan saat ini juga maka korelasinya pada ihwal kegentingan, gawat dan darurat sedangkan sampai hari ini belum relevan jika dilihat secara konkret," tutur Herry kepada Tribunnews.com, Kamis (13/6/2024).
Lebih lanjut Herry revisi UU MD3 diperlukan jika selama ini proses demokrasi di parlemen tidak berjalan baik.
"Saya rasa hadirnya UU MD3 selama ini telah mengakomodir kepentingan semuanya, artinya proses demokrasi di parlemen berjalan dengan baik meskipun terus dilakukan pembenahan," ucapnya.
Selain itu revisi UU MD3 hanya membuat aturan perundang-undangan tersebut tidak lagi bersifat substantif melainkan sarat dengan kepentingan politik praktis.
"Dengan adanya revisi berarti sama halnya kita meragukan substansinya karena revisinya itu setiap 5 tahun sekali maka patut diduga ada yang kurang beres secara fundamental baik dalam konteks ide dan konteksnya," kata Herry Mendrofa.
Sebagai informasi, revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) dapat mengubah struktur pimpinan DPR.
Jika ketua DPR sebelumnya diisi oleh partai dengan jumlah kursi terbesar, revisi UU ini dapat mengubah mekanisme tersebut menjadi melalui pemilihan.
Dalam kondisi ini, Koalisi Indonesia Maju (KIM) memiliki peluang besar untuk menang karena mereka mayoritas di parlemen.
Revisi yang diusulkan akan menyentuh Pasal 427D Ayat (1) huruf b UU MD3, yang menyatakan ketua DPR berasal dari partai dengan kursi terbanyak di DPR.
Selain itu, revisi ini juga bisa berdampak pada posisi ketua DPR yang saat ini dipegang oleh PDI Perjuangan atau Puan Maharani, jika mekanisme pemilihan diubah.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid, sebelumnya menyatakan harapannya bahwa revisi UU MD3 akan membawa dampak positif, khususnya dalam memperkuat fungsi DPR.
Menurut Ujang, perubahan dalam UU MD3 akan menciptakan peluang signifikan dalam mengubah formasi pimpinan DPR.
"Wakil Ketua MPR, Jazilul Fawaid, menyatakan harapan PKB agar UU MD3 dapat memperkuat fungsi dan peran DPR secara keseluruhan."
Revisi UU MD3 telah masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas. Namun, Jazilul mengaku belum mengetahui detail perubahan tersebut, termasuk kemungkinan perubahan aturan pemilihan Ketua DPR.