Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wawancara Eksklusif dengan Dewi Praswida: Paus Fransiskus Junjung Rasa Toleransi Umat Beragama

Bagi alumni penerima beasiswa Yayasan Nostra Aetate di Vatikan Dewi Praswida, kedatangan Paus Fransiskus sangat dinantikan.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Erik S
zoom-in Wawancara Eksklusif dengan Dewi Praswida: Paus Fransiskus Junjung Rasa Toleransi Umat Beragama
VOA Indonesia
Dewi Praswida bertemu dan bersalaman dengan Paus di Basilika Santo Petrus, Vatikan, hari Rabu (26/6) lalu. Foto ini viral dan mendunia. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala negara Vatikan sekaligus pemimpin umat Katolik sedunia Paus Fransiskus akan berkunjung ke Indonesia pada 3-6 September 2024.

Bagi alumni penerima beasiswa Yayasan Nostra Aetate di Vatikan Dewi Praswida, kedatangan Paus Fransiskus sangat dinantikan.

Dewi memiliki kesan rasa toleransi agama yang amat tinggi di Vatikan seperti yang terjadi di Indonesia.

Baca juga: Sambut Gembira Rencana Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia, Dewi Praswida: Beliau Sosok Progresif

“Ada yang sama yaitu toleransinya. Indonesia ini kan sangat toleran ya bagi saya ya. Di Vatikan itu juga sangat toleran,” akunya saat podcast di Kantor Tribun Network, Palmerah, Jakarta, Selasa (11/6/2024).

Dia mengamati di Vatikan, Romo maupun Suster berseliweran memakai Collar.

Dari sudut pandangnya, banyak orang Asia dan Afrika yang berjualan cinderamata di Coloseum yang mayoritas beragama Islam.

Dewi kerap melihat umat Muslim yang melaksanakan salat di rerumputan tetapi tidak dipermasalahkan.

BERITA REKOMENDASI

“Itu (sholat” gak ada yang masalahin. Jadi menurut saya bagus lah. Maksudnya di sana itu kan benar-benar pusat kekristenan ya. Khususnya hari ini adalah Katolik. Tapi seperti itu gak masalah,” lanjut aktivis Gusdurian ini.

Dewi Praswida gadis kelahiran Semarang, Jawa Tengah ini pernah bersalaman langsung dengan Paus Fransiskus saat masih menjalankan program beasiswanya.

Dia satu di antara pemudi di dunia yang berkesempatan bertemu dengan Paus Fransiskus dan kini menjadi perbincangan di media sosial.

Simak wawancara Host Tribun Network Geok Mengwan dengan Dewi Praswida:

Mbak ke Vatikan kan untuk studi ya. Bisa dijelaskan terlebih dahulu mungkin sebelum kita berbicara lebih jauh soal pertemuan dengan Paus Fransiskus?

Kalau ditanya kenapa saya bisa berada di sana, tentu secara administrasi itu karena beasiswa.

Tapi lebih jauh lagi kenapa bisa, karena saya memiliki kemauan untuk berpikir terbuka, untuk bergaul dengan yang lain yang berbeda. Itulah salah satu modal kuat yang bisa membawa saya ke sana, Mbak.

Memang di sana belajar soal apa sih Mbak?

Kalau secara akademiknya, saya belajar tentang sejarah agama-agama besar dunia. Lalu saya juga belajar tentang teologi in contrast.

Yaitu bagaimana melihat Islam tapi dari sudut pandang agama lain. Khususnya adalah agama katolik. Saya juga belajar mengenai Trinitas.

Dan juga ada beberapa mata kuliah lain yang berkaitan dengan dialog lintas agama. Tapi secara non-akademis, saya tuh setiap pulang kuliah atau di hari libur, saya tuh selalu mengunjungi gereja atau museum, atau situs-situs.

Bahkan saya juga mengunjungi beberapa biara-biara, baik yang susteran ataupun pastoran untuk belajar.

Untuk yang mendalami banyak hal, mengenal banyak hal.

Alumni penerima beasiswa Yayasan Nostra Aetate di Vatikan, Dewi Praswida saat sesi wawancara khusus dengan News Ancor Tribun Network, Geok Mengwan di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Selasa (11/6/2024) malam.
Alumni penerima beasiswa Yayasan Nostra Aetate di Vatikan, Dewi Praswida saat sesi wawancara khusus dengan News Ancor Tribun Network, Geok Mengwan di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Selasa (11/6/2024) malam. (Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda)

Nah terus bagaimana caranya sampai akhirnya bisa berkesempatan bertemu sama Paus Fransiskus? Bahkan sampai salaman?

Betul, nah untuk bertemu dengan Paus Fransiskus atau bersalaman, itu kan memang yang ngantri banyak sekali mbak.

Dan itu kapan Mbak mendapat kesempatannya?

Itu jadi pas audiensi Paus. Di Vatikan itu kan ada beberapa momen audiensi dengan Paus Fransiskus, ada hari atau tanggal tertentu gitu kalau saya tidak keliru.

Alhamdulillahnya setiap penerima beasiswa Nostra Aetate Foundation itu, setiap kita selesai studi, kita tuh akan diberikan satu tiket khusus. Untuk dapat bertemu Paus, itu saya pernah share di TikTok saya, kalau tidak salah tiket-tiketnya untuk bertemu Paus.

Dan uniknya lagi, itu yang boleh salaman itu hanya yang di line depan mbak. Belakang saya tuh Cuma bisa lihat.

Bagaimana ceritanya bisa di depan kayak gitu, emang datangnya lebih awal kah?

Karena di tiket saya memang, jadi tiketnya kan ada kategori-kategori. Ibarat nonton bola mungkin ada kelas-kelasnya gitu. Nah itu duduk paling depan, itu juga awalnya hampir tidak jadi ketemu, karena kala itu dikabarkan bahwa kayaknya Paus lagi kurang enak badan.

Pada saat itu karena habis ke luar kota ya. Saya ingat betul itu, saya tuh setengah tujuh pagi, itu sudah dijemput sama Romo Markus. Itu beliau adalah salah satu Romo dari Ordo SVD yang bertugas di Vatikan.

Itu sudah dijemput bersama teman saya dari Afrika. Terus saya tuh sudah sampai di Vatikan, di Basilica Santo Petrus sebelum jam tujuh. Kita duduk disana itu baru jam kurang lebih jam sepuluh.

Jadi saya tuh nunggu dari jam tujuh sampai jam sepuluh. Itu sudah jadi ketemu gak ya, teryata jadi.

Baca juga: Bunga dari Vatikan untuk Dewi Praswida, Perempuan Indonesia yang Bersalaman dengan Paus Fransiskus 

Tapi sebenarnya untuk yang tiket itu, bagaimana Mbak untuk bisa mendapatkannya, kalau mbak kan dari beasiswa nih. Kalau misalkan orang lain yang ingin bertemu itu seperti apa caranya?

Kalau orang lain yang ingin bertemu mungkin bisa menghubungi Romo Markus atau mungkin melalui kedutaan barangkali ya. Saya teknis detailnya barangkali berbeda setiap tahun. Tapi beberapa teman yang bertemu dengan Paus itu, sejauh yang saya kenal tuh mereka biasanya dibantu dari Romo Markus.

Waktu pas Mbak nikah itu kan ada kiriman bunga dari Vatikan katanya. Bagaimana sih ceritanya sampai bisa menjalin kedekatan seperti itu, sampai pas nikah juga masih, oh ini nih yang pernah salaman sama Paus gitu ya?

Jadi saya masih terus menjalin komunikasi sih. Menjalin komunikasi itu kan gak harus kita chat dengan 24 per 7 gitu. Misal, kadang ada apa gitu, saya cerita misalnya melalui Romo Markus dan beberapa teman saya yang tinggal di satu asrama itu, kebetulan mereka tuh sudah pada pindah semua kan.

Tapi kita masih berkomunikasi gitu. Kebetulan teman-teman saya yang saya kenal di sana itu, mereka gak suka nih punya grup WhatsApp, mereka lebih suka kayak Facebook gitu. Jadi meskipun kata orang, oh udah gak jamannya ini, saya tetep main, karena itu jadi media saya berkomunikasi dengan teman-teman.

Dan waktu itu kebetulan saya berkabar ke Romo Markus. Jadi Romo Markus tuh ibadahnya sudah menganggap saya tuh seperti anaknya sendiri mbak. Beliau tuh selalu mengabarkan gimana kuliahnya, kerjanya nyaman gak dan sebagainya.

Waktu itu lalu saya mengabarkan Romo, doanya ya saya mau nikah gitu. Saya kaget juga kok.

Baca juga: Perjuangan Cia Bocah Asal Serpong Salaman dan Dapat Hadiah Permen dari Paus Fransiskus 

Kita balik lagi nih, waktu pas di Vatikan, itu suasananya gimana sih mbak? Kan mbak ini sebagai seorang muslim ya, terus berhijab juga gitu. Jadi kan agak sedikit mencolok gitu ya. Tapi gimana sih rasanya pengalamannya waktu di sana?

Oke, kalau suasananya tentu berbeda ya mbak. Tapi ada yang sama, yaitu toleransinya.

Indonesia ini kan sangat toleran ya bagi saya ya. Di Vatikan itu juga sangat toleran. Ada hal yang menarik itu gini, di sana itu kan Romo Suster itu kan berseliweran ya istilahnya.

Maksudnya kemana-mana dan pakai Collar, pakai pakaian identitas mereka lah gitu. Jadi tempat tinggal saya itu di biara pasionis. Satu pekarangan sih, saya gak di pastoran tapi satu pengarangan gitu.

Itu deket dengan Coloseum. Di Coloseum itu kan banyak orang jual cindera mata gitu lah. Nah, ternyata yang jualannya itu ada orang Afrika dan orang Asia.

Yang orang Asia ini rata-rata Muslim. Saya tuh setiap pulang dari kampus atau pulang dari mana yang waktu siang gitu. Saya sering melihat mereka tuh sholat di halaman, bukan halaman ya.

Kayak ada rumputan gitu loh di seberang Koloseum. Itu gak ada yang masalahin. Jadi menurut saya bagus lah.

Baca juga: Delegasi Vatikan Telah Tiba di Indonesia, Koordinasi Rencana Kedatangan Paus Fransiskus

Maksudnya di sana itu kan benar-benar pusat kekristenan ya. Khususnya hari ini adalah katolik. Tapi seperti itu gak masalah.

Bahkan kalau kita bicara jilbab, Itu tidak hanya orang Islam yang berjilbab. Saya tuh pernah mengunjungi gereja ortodok Rusia.

Itu yang membuat saya menarik adalah suatu ketika saya tuh di salah satu kampus di dekat Vatikan. Kok bersama seorang romo dari Kupang, namanya Romo Lew itu. Nanya, ‘romo itu kok kayak ada kubah ya? Itu masjid ya?’ Ya enggak kok, dia masa masjidnya di deket sini.

Masjidnya memang agak jauh gitu. Lalu saya penasaran. Saya mengajak teman saya.

Itu dari Afrika juga teman saya. Saya jalan nih ke sana. Saya masuk, saya kaget.

Suster yang di gereja ortodok Rusia itu. Syari banget jilbabnya. Itu bener-bener jilbab sampai bawah yang warna hitam.

Bahkan saya aja kalah syari sama suster itu. Kalau istilahnya kan yang pakai jilbab besar, yang warna hitam gitu. Jadi kalau berbicara jilbab, belum tentu yang berjilbab orang Islam itu.

Ternyata sangat toleran sekali ya gitu ya. Di sini aja kayaknya kalau misalkan kita salat di tengah-tengah gitu, memang agak diliatin. Kalau di sana enggak ya mbak?

Enggak, mungkin orang tuh, dugaan saya, orang di sana tuh mungkin, selama kamu nggak ganggu orang, nggak bikin kerusakan, bahkan, apa, selain itu ya, saya tuh pernah suatu ketika jalan-jalan gitu kan, saya numpang berteduh di gereja gitu, itu juga tidak menjadi soal gitu, tidak pernah dipermasalahkan sih. (Tribun Network/Reynas Abdila)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas