Jokowi Sampaikan Warning Sekjen PBB terkait Kondisi Neraka Iklim, Tahun 2050 Dunia Kelaparan Berat
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa dunia menuju pada kondisi neraka iklim sebagaimana diperingatkan oleh Sekretaris Jenderal PBB.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa dunia menuju pada kondisi neraka iklim sebagaimana diperingatkan oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Hal itu disampaikan Jokowi pada acara Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2024 dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Award di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/6/2024).
Baca juga: Jokowi: Dunia Menuju Neraka Iklim, Ngeri
"Saya kira bapak ibu semuanya sudah mendengar warning dari Sekjen PBB bahwa dunia menuju pada neraka iklim, ngeri, neraka iklim," kata Jokowi.
Menurut Jokowi, suhu bumi akan mencapai rekor tertinggi pada 5 tahun ke depan.
Presiden meminta jajarannya untuk hati-hati karena akan berdampak pada masalah pangan.
"Hati-hati. satu tahun terakhir ini kita merasakan betul adanya gelombang panas, periode terpanas, di India bahkan sampai 50 derajat celsius, di Myanmar 45,8 derajat celsius, panas sekali," kata Jokowi.
"Kalau orang panas mungkin bisa masuk ke rumah, berteduh, bisa, tapi urusan pangan, hati-hati masalah ini," katanya.
Lembaga pangan dunia FAO kata Jokowi telah memperingatkan, bila kondisi seperti ini terus didiamkan, maka pada 2050 nanti dunia akan mengalami kelaparan berat.
"FAO mengatakan bahwa jika didiamkan seperti sekarang ini, nggak ada pergerakan apa-apa, 2050 dunia akan mengalami kelaparan berat. Akan mengalami kelaparan," katanya.
Baca juga: Kemenko PMK: Angka Kemiskinan Ekstrem Di Enam Provinsi Papua Masih Tinggi
Terpisah, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyebutkan Iklim tropis di banyak negara di kawasan Asia Tenggara mendorong penyebaran hama dan mempercepat pembentukan racun alami, sebuah situasi yang diperburuk oleh dampak perubahan iklim.
Frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem semakin meningkat yang diperkirakan berpotensi menyebabkan, meningkatkan atau mengubah kejadian dan kejadian penyakit yang ditularkan melalui makanan dan penyakit yang ditularkan melalui air.
"Tahun ini, kita diingatkan bahwa keamanan pangan adalah tanggung jawab bersama, dan pemerintah, produsen, dan konsumen perlu memainkan peran mereka dalam memastikan keamanan pangan," kata Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara, Saima Wazed.
Akibat hal tersebut lanjut Saima, bahaya keamanan pangan bakal muncul dan tidak mengenal batas negara.
Karenanya, risiko yang ditimbulkan oleh pangan yang tidak aman dapat dengan cepat berkembang dari masalah lokal menjadi masalah darurat internasional.
Saima Wazed mengatakan, setiap hari ada sekitar 1,6 juta orang di seluruh dunia jatuh sakit akibat konsumsi makanan yang tidak aman.
Dimana sekitar 40 persen dari mereka adalah anak-anak di bawah usia 5 tahun, yang sudah berisiko lebih tinggi mengalami malnutrisi dan kematian akibat makanan yang tidak aman.
Baca juga: Cuaca Ekstrem Terus Melanda Dunia, Perubahan Iklim Harus Diperangi
Negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, menyebutkan perkiraan kerugian tahunan sebesar USD 110 miliar disebabkan oleh berkurangnya produktivitas dan meningkatnya biaya pengobatan akibat penyakit bawaan makanan.
"Wilayah Asia Tenggara kita menanggung beban kesehatan tertinggi kedua akibat konsumsi makanan yang terkontaminasi, dengan perkiraan 150 juta penyakit dan 175.000 kematian setiap tahunnya," ujar dia.
Oleh sebab itu pemerintah seluruh dunia didorong untuk mengembangkan dan secara berkala menguji efektivitas rencana tanggap darurat keamanan pangan nasional, sekaligus meningkatkan elemen lain dari sistem pengendalian pangan nasional, termasuk pengawasan penyakit bawaan makanan dan pemeriksaan pangan berbasis risiko secara berkala.
Kolaborasi multisektor ini diharapkan membantu meminimalkan dampak terhadap kesehatan masyarakat.
Produsen atau pelaku usaha pangan bertanggung jawab untuk menerapkan manajemen keamanan pangan, termasuk pelatihan staf secara berkala dan tindakan segera jika terjadi insiden keamanan pangan.
Mereka harus memastikan bahwa penjamah makanan menjalani pemeriksaan kesehatan penting yang relevan dengan keamanan pangan dan menerima vaksinasi terhadap demam tifoid dan virus hepatitis A.
Konsumen perlu diberdayakan untuk mempraktikkan penanganan makanan yang aman di rumah dan mengikuti Lima Kunci Makanan yang Lebih Aman dari WHO. (Tribun Network/fik/rin/wly)