Viral Peserta UTBK Diminta Lepas Alat Bantu Dengar, Kemenkumham Singgung Hak Asasi Disabilitas
Kemenkumham soroti peserta ujian tulis berbasis komputer (UTBK) disabilitas diminta melepas alat bantu dengar.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kisah peserta ujian tulis berbasis komputer (UTBK), Naufal Athallah yang merupakan penyandang disabilitas mendapat sorotan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Pasalnya, Naufal diminta panitia untuk melepas alat bantu dengar dalam UTBK Jumat (14/6/6/2024) di Universitas Indonesia (UI).
Akibatnya, siswa SMKN 12 Tangerang Selatan itu tak bisa mendengar arahan selama ujian berlangsung dan hanya bisa membaca gerakan bibir dari panitia.
Peristiwa itu dinilai Direktur Jenderal HAM Kemenkumham, Dhahana Putra tidak menghormati hak asasi penyandang disabilitas.
"Dapat kami sampaikan pencopotan ABD adinda Naufal tidak senafas dengan komitmen dan semangat pemerintah untuk mendorong pemenuhan dan penghormatan HAM bagi para penyandang disabilitas di dunia pendidikan di tanah air," kata Dhahana dalam keterangannya, Minggu (23/5/2024).
Baca juga: Batas Waktu Daftar Ulang UTBK SNBT 2024 Terakhir 30 Juni 2024, Ini Dokumen yang Disiapkan
Padahal, penggunaan alat bantu dengar bukan merupakan kecurangan dalam ujian seleksi masuk perguruan tinggi.
Apalagi Indonesia semestinya melaksanakan sistem pendidikan inklusif, mengingat posisinya sebagai negara pihak dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD).
"Pelarangan penggunaan ABD membatasi akses penyandang disabilitas tunarungu untuk mendapatkan hak pendidikan yang setara dan inklusif," katanya.
Baca juga: Cara Melihat Hasil UTBK 2024 di pengumuman-snbt-snpmb.bppp.kemdikbud.go.id
Hak asasi manusia, khususnya bagi penyandang disabilitas sebetulnya telah termaktub di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Peraturan Presiden No 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia dan berbagai regulasi lainnya.
Namun, diakuinya masih terdapat sejumlah tantangan secara teknis dalam mendorong pemenuhan HAM bagi penyandang disabilitas.
Satu di antara tantangan itu, terkait anggatan dan tingkat pemahaman masyarakat.
"Pemenuhan HAM bagi penyandang disabilitas di sektor publik termasuk di dunia pendidikan tentu berkaitan dengan anggaran dan tingkat pemahaman terkait hak penyandang disabilitas," katanya.
Terkait dengan pemahaman masyarakat, Dhahana berujar bakal menggencarkan diseminasi HAM terkait penyandang disabilitas kepada berbagai lapisan.
"Langkah ini penting dilakukan agar berbagai elemen di dunia pendidikan termasuk penyelenggara UTBK, dapat memiliki kesadaran yang lebih baik tentang pendidikan yang inklusif dan penghormatan hak-hak para penyandang disabilitas," ujarnya.
Pemahaman sejak dini terkait hak-hak penyandang disabilitas dianggap perlu dilakukan.
Misalnya melalui komunitas yang ada di sekolah-sekolah.
"Kami kini tengah membangun kolaborasi bersama sejumlah sekolah dan pelajar SMA dan sederajat di Jakarta yang tergabung dalam Komunitas Pemuda Pelajar Pecinta HAM (Koppeta HAM). Harapannya dengan memupuk kesadaran HAM sedari dini kita dapat mewujudkan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan bagi semua," kata Dhahana.