Pengamat Khawatir Politisasi Bansos dan Politik Uang Akan Berkembang Subur di Pilkada 2024
Ray menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sengketa Pilpres 2024 yang menyatakan tidak terbuktinya dua jenis kecurangan pemilu tersebut.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibrizs Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai politisasi bantuan sosial atau bansos dan politik uang masih akan terjadi di Pilkada 2024.
Ia menyebut kedua praktik kecurangan pemilu tersebut sebagai penyakit pemilu yang sulit diobati, dalam hal ini dibuktikan secara benar keberadaannya secara hukum.
Ray menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sengketa Pilpres 2024 yang menyatakan tidak terbuktinya dua jenis kecurangan pemilu tersebut.
Menurutnya, pendapat Mahkamah menandakan bahwa proses pembuktian jenis pelanggaran pemilu itu tidak sederhana dan cenderung sulit.
"Kalaupun metode pembuktiannya seperti yang diinginkan oleh MK maupun Bawaslu, maka dua hal ini sulit untuk dibuktikan secara hukum," kata Ray, kepada Tribunnews.com, Selasa (25/6/2024).
Karena sulit dibuktikannya eksistensi pelanggaran pemilu itu, maka menurut Ray, bisa jadi praktiknya makin merajalela di Pilkada Serentak 2024.
"Jadi saya benar-benar khawatir bahwa penyakit ini akan berkembang subur di dalam pilkada kita, meskipun mungkin enggak secara nasional ya, di daerah-daerah," ungkapnya.
Lebih lanjut, Ray menegaskan pembuktian politik bansos dan politik uang akan mengalami kesulitan, jika harus selalu dibuktikan secara hukum formil.
"Kita kan udah teriak-teriak cara mendekati bansos dan politik uang itu bukan dengan cara pembuktian hukum formil. Kaku. Ada barang bukti dalam bentuk suara, lisan, ya pengerahan. Ya enggak mungkin ditemukan, karena orang (pelaku kecurangan pemilu) tahu bahwa kalau itu dilakukan oleh mereka itu akan bisa dibuktikan," jelas Ray.
Ia mengaku lebih setuju pendapat berbeda atau dissenting opinion hakim konstitusi Saldi Isra, yang menyebut bahwa pendekatan pembuktian kecurangan pemilu tersebut seharusnya dengan melihat gejala yang ada.
"Oleh karena itu, seperti yang dikatakan hakim Saldi Isra di dalam dissenting opinion-nya itu, pendekatan itu tuh harus dari gejala," ucap Ray.
Misalnya, jelas Ray, dalam hal seorang calon ingin menarik perhatian pemilih agar dipilih, salah satunya dengan cara menaikkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap calon itu.
"Bagaimana menaikkan tingkat kepuasannya? Ya salah satunya dengan bagi-bagi bansos. Kalau Anda bagi bansos, orang puas. Betapapun pengelolaan negaranya kacau, selama bansosnya turun mereka akan puas," kata Ray.
"Nah gejala ini yang mesti ditangkap. Dari situlah kita akan tahu bahwa praktik bansos demi kepentingan elektoral itu sedang berlangsung," tuturnya.