Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kapolda Sumbar Banjir Kritik karena Cari Orang yang Viralkan Afif Maulana Tewas Disiksa Polisi

Kapolda Sumbar banjir kritik usai menyebut bakal mencari orang yang memviralkan tewasnya Afif Maulana karena disiksa polisi.

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Ayu Miftakhul Husna
zoom-in Kapolda Sumbar Banjir Kritik karena Cari Orang yang Viralkan Afif Maulana Tewas Disiksa Polisi
TribunPadang.com/Rezi Azwar
Kapolda Sumbar, Irjen Pol Suharyono, saat berada di kawasan Masjid Raya Sumbar, Sabtu (5/8/2023). Kapolda Sumbar banjir kritik usai menyebut bakal mencari orang yang memviralkan tewasnya Afif Maulana karena disiksa polisi. 

TRIBUNNEWS.COM - Kapolda Sumatera Barat (Sumbar), Irjen Pol Suharyono banjir kritik usai dirinya berencana mencari orang yang menarasikan tewasnya Afif Maulana (AM) karena disiksa polisi.

Diketahui, pernyataan Suharyono ini disampaikannya saat konferensi pers di Mapolda Sumbar pada Minggu (23/6/2024).

Suharyono menegaskan tewasnya Afif karena terjun ke jembatan Kuranji, Padang, Sumbar pada Minggu (9/6/2024) lalu.

Dia mengatakan hal itu diketahui dari kesaksian rekan korban berinisial A.

"Kami perlu luruskan di sini telah viral di media massa, adanya trial by the press bahwa polisi telah menganiaya seseorang sehingga berakibat hilangnya nyawa orang lain. Itu tidak ada bukti dan saksi sama sekali," katanya.

Sehingga, dia mengungkapkan adanya informasi bahwa tewasnya Afif karena disiksa polisi tidaklah benar.

Suharyono pun berencana bakal mencari dan memintai keterangan pihak yang menarasikan tewasnya Afif karena disiksa polisi.

Berita Rekomendasi

"Dia harus (beri) testimoni, 'Apakah kamu benar melihat (kejadian), kamu kok ngomong begitu? Kamu, kan, sudah trial by the press, menyampaikan ke pers sebelum fakta yang sebenarnya cukup bukti atau tidak, atau kamu hanya asumsi dan ngarang-ngarang," jelasnya.

Terkait hal ini, Suharyono pun dikritik oleh beberapa pihak seperti Indonesia Police Watch (IPW) dan pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel.

Baca juga: Komnas HAM Minta Kapolri Buka Akses Bantuan Hukum Afif Maulana, Bocah SMP Tewas di Padang

Terbaru, Komnas HAM pun turut mengkritik Suharyono dengan menganggap pernyataan jenderal bintang dua itu intimidatif.

Komnas HAM Sebut Suharyono Intimidatif

Komisoner Komnas HAM, Hari Kurniawan mengungkapkan pernyataan Suharyono yang akan mencari orang yang memviralkan Afif tewas karena disiksa polisi adalah intimidatif.

"Ya ini bentuk intimidasi," katanya dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2024) dikutip dari Kompas.com.

Hari mengatakan langkah Polda Sumbar tersebut membuat keluarga korban ketakutan, termasuk 18 korban penganiayaan lainnya yang masih hidup.

Dia mengungkapkan keluarga korban bakal merasa takut karena anaknya kemungkinan akan diproses hukum lantaran dianggap mendiskreditkan citra kepolisian.

Selain itu, Hari juga menambahkan adanya intimidasi itu bakal memengaruhi psikologi para korban.

Hal ini, imbuhnya, turut memengaruhi keterangan dari para korban karena merasa ketakutan.

"Bahkan (akibat intimidasi) bisa jadi nanti keterangan A jadi berubah jadi B. Ini yang kita minta upaya kami supaya segera mungkin untuk memberikan surat perlindungan bagi korban," kata dia.

Alhasil, Hari meminta Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo menghentikan upaya intimidasi yang dilakukan Polda Sumut.

"Kepada Kapolri untuk menghentikan segala bentuk intimidasi kepada keluarga korban," ucap Hari.

IPW: Polisi Jangan Resisten

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso meminta kepolisian Polda Sumatera Barat jangan resisten atau menentang kritik masyarakat terkait adanya dugaan tewasnya Afif karena disiksa polisi.

Sugeng mengatakan narasi adanya dugaan polisi menyiksa AM menjadi bentuk kritik agar kepolisian bekerja sesuai dengan aturan.

"Polisi tidak boleh resisten terhadap kritik masyarakat seperti yang disampaikan di medsos bahwa diduga korban mati karena dianiaya polisi, itu adalah salah satu bentuk kritik kepada Polri agar aparaturnya bekerja menurut aturan undang-undang dan HAM," katanya kepada Tribunnews.com, Senin (24/6/2024).

"Jadi jangan diserang orang yang mengkritik lewat medsos," sambungnya.

Baca juga: IPW Desak Kasus Bocah SMP Tewas di Padang Ditarik ke Bareskrim Polri, Ini Alasannya

Di sisi lain, Sugeng juga meminta agar penyelidikan kasus ini jangan terkesan ditutupi sehingga menimbulkan asumsi bahwa ada upaya melindungi anggota kepolisian.

"Pemeriksaan perkara matinya korban anak ini tidak boleh dilakukan secara menyembunyikan fakta, melindungi anggota apabila ada dugaan pelanggaran prosedur maupun tindakan kekerasan. Harus didalami secara obyektif, transparan, dan hak asasi bagi korban dan keluarganya," tegasnya.

Reza: Kapolda Sumatera Barat Jangan Terkesan Defensif

Terpisah, pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel mengkritik pernyataan Suharyono yang menurutnya terkesan defensif dengan berupaya mencari penyebar informasi bahwa tewasnya Afif karena disiksa polisi.

Reza menilai, pernyataan Suharyono tersebut bisa membuat adanya dugaan upaya menutup-nutupi kesalahan anggotanya sendiri.

"Kapolda juga perlu ekstra hati-hati dalam mengeluarkan pernyataan. Pernyataan yang terkesan defensif akan sangat berisiko dinilai sebagai cara menutup-nutupi kesalahan sejawat atau silence wall atau curtain code," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (24/6/2024).

Reza mengatakan seharusnya Polda Sumbar menginisiasi dilakukannya eksiminasi dengan melibatkan masyarakat guna menjembatani komunikasi dengan publik.

Menurutnya, hal yang perlu dieksiminasi salah satunya adalah kemungkinan adanya implisit bias atau prasangka anggota polisi terhadap kelompok tertentu.

"Akibat implisit bias, polisi bisa punya kewaspadaan bahkan kecurigaan eksesif terhadap situasi tertentu. Misalnya begitu melihat kerumunan orang di malam hari, polisi langsung mengasosiasikannya sebagai ancaman bahkan bahaya," tuturnya.

Baca juga: Respons LBH soal Polisi yang Buru Orang yang Viralkan Kasus Tewasnya Siswa SMP di Padang

Reza mengungkapkan kemungkinan semacam itu bisa terjadi hingga taraf personel polisi cuma memikirkan keselamatannya sendiri.

Sehingga, tindakan yang dilakukannya dalam konteks penghalauan kerumunan berujung pada kebrutalan.

"Tambahan lagi jika di situ ada benda-benda yang dianggap dapat mencederai bahkan mematikan, proses berpikir personel bisa terjun bebas ke level instinktif, yaitu fight to survive. Perilaku brutal dapat muncul dalam situasi sedemikian rupa," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Syakirun Ni'am)

Artikel lain terkait Siswa SMP Tewas di Padang

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas