Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Momentum Hari Keluarga Nasional: Mengubah Indonesia Cemas Menuju Indonesia Emas

Setiap tanggal 29 Juni, bangsa Indonesia memperingati hari khusus bagi keluarga. Tiga puluh satu tahun lalu tanggal tersebut, oleh pemerintah, ditetap

Editor: Content Writer
zoom-in Momentum Hari Keluarga Nasional: Mengubah Indonesia Cemas Menuju Indonesia Emas
Dok. BKKBN
Kepala BKKBN RI Dr.(HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K). 

TRIBUNNEWS.COM - Setiap tanggal 29 Juni, bangsa Indonesia memperingati hari khusus bagi keluarga. 

Tiga puluh satu tahun lalu tanggal tersebut, oleh pemerintah, ditetapkan sebagai Hari Keluarga Nasional.

Mengambil, salah satunya momentum kembalinya para pejuang dari medan laga melawan kolonial penjajah ke dalam pelukan keluarga, menandai penetapan hari itu, untuk selanjutnya dikenang dalam sebuah peringatan Hari Keluarga Nasional atau dikenal juga dengan singkatan Harganas.

Makna terdalam dari peringatan ini tak lain untuk mengingatkan seluruh anak bangsa, bahwa keluarga merupakan wahana utama dan pertama dalam konteks pembangunan bangsa. Kuat keluarga, kuat pula bangsa. Demikian sebaliknya.

Delapan Fungsi Keluarga mendasari upaya BKKBN dalam menjalankan program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana). Termasuk Percepatan Penurunan Stunting (PPS). Kedelapan Fungsi Keluarga dimaksud adalah fungsi Agama, Sosial Budaya, Cinta Kasih, Perlindungan, Reproduksi, Sosialisasi dan Pendidikan, Ekonomi dan Pembinaan Lingkungan.

Sejalan dengan kebutuhan pembangunan keluarga, Percepatan Penurunan Stunting menjadi program yang mengemuka di BKKBN sejak Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting diterbitkan. Presiden mengamanatkan Kepala BKKBN sebagai Ketua Pelaksana PPS, di bawah supervisi atau arahan Wakil Presiden Maruf Amin sebagai Ketua Pengarah PPS.

Hasil capaiannya memang masih berproses dalam penghitungan lebih lanjut. Yang pasti, tren penurunan stunting terus bergulir di sejumlah daerah. Bahkan secara nasional, lompatan penurunannya cukup menarik. Setidaknya dalam periode 2021 2023. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dirilis Kementerian Kesehatan, tercatat prevalensi stunting di Indonesia telah turun sebesar 2,9 persen, dari 24,4 persen di 2021 menjadi 21,5 persen di 2023. (Survei Kesehatan Indonesia-SKI).

Baca juga: Kemenpora dan BKKBN Sinkronkan Program Rencana Aksi Nasional Pelayanan Kepemudaan 2021-2024

Data SKI ini seolah menggambarkan potret yang dinilai belum sesuai dengan kondisi di lapangan. Alhasil capaian itu justru memacu elemen bangsa untuk bergegas kembali mengatasi persoalan pendataan stunting. Sebuah upaya tengah dilakukan yaitu Pencatatan dan Pelaporan dari tingkat posyandu yang dilakukan Tim Pendamping Keluarga (TPK) dan para Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB/PKB) digeber.

Gerakan berbasis masyarakat ini menjadi harapan untuk memperjelas data dan kondisi real yang ada di lapangan. Laporan mereka akan diinput ke dalam ePPGBM (eleketronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat). Bila SKI diibaratkan quick count, ePPGBM diartikan sebagai data real count. Hasil ePPGBM akan diketahui awal Juli ini, untuk kemudian disepadankan dengan hasil SKI.

Berita Rekomendasi

Persoalan stunting memang krusial karena sangat mengganggu upaya peningkatan kualitas SDM Indonesia menuju Indonesia Emas 2045. Selain akan berdampak pada tumbuh kembang, kecerdasan dan kesehatan, orang dengan stunting di masa bayi berpotensi memiliki penghasilan 22 persen lebih rendah dari mereka yang tidak stunting. Kondisi ini dapat menurunkan kemampuan ekonomi di kehidupannya kelak.

Bukan sebatas itu saja. Stunting juga menjadi masalah bangsa Indonesia ke depan. Pada gilirannya dapat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan dan pendapatan per kapita daerah. Terutama dalam menghadapi bonus demografi yang sedang berlangsung di beberapa wilayah Indonesia saat ini. Kendati sesungguhnya, secara nasional, puncak bonus tersebut sudah terjadi pada 2020 lalu.

Pemerintah sangat peduli dengan persoalan itu telah mengingatkan, bahwa Stunting masih menjadi masalah besar yang harus segera diselesaikan di tanah air. Apalagi stunting dapat memengaruhi kualitas sumber daya manusia. Bukan hanya berdampak kepada kondisi fisik anak, melainkan juga kesehatan hingga kemampuan berpikir anak. (Rakernas Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting 2023, di kantor BKKBN, Jakarta; 25 Januari 2023)

Memang, kerja belum tuntas. Seluruh potensi anak bangsa harus terus berkolaborasi dan berkonvergensi membuat program terobosan pencegahan, penanganan dan penurunan stunting sesegera mungkin. Untuk itu, Wakil Presiden Maruf Amin telah memberikan arahan agar BKKBN bersama K/L terkait, termasuk jajaran TNI dan Kepolisian, pemerintah daerah serta mitra kerja dan warga masyarakat, segera menuntaskan persoalan stunting.

Lebih khusus lagi, kekinian, oleh Wakil Presiden, komponen-komponen tersebut diarahkan untuk bergerak di bawah payung besar gerakan Intervensi Serentak Pencegahan Stunting. Dalam gerakan yang digelar sepenuhnya di bulan Juni ini, penimbangan dan pengukuran tinggi bayi di seluruh posyandu yang tersebar di Indonesia, gegap gempita dilakukan. Hasilnya, diinput ke dalam ePPGBM.

Pesan Wakil Presiden, Semua pemangku kepentingan untuk lebih bersungguh-sungguh dan berinovasi, sekaligus meningkatkan kolaborasi dan koordinasi dalam upaya mempercepat penurunan stunting. Dan harus fokus pada intervensi yang mempunyai daya ungkit besar bagi penurunan stunting. Demikian arahan Wakil Presiden di depan peserta Rapat Pembahasan Implementasi Program Percepatan Penurunan Stunting, di Istana Wakil Presiden, 19 Maret 2024 lalu.

Setidaknya ada tiga pendekatan utama dalam pencegahan stunting untuk menghindari lahirnya bayi-bayi stunting baru. Pertama, asupan gizi bagi calon pengantin, ibu hamil dan bayi. Kedua, pola asuh orangtua kepada bayi. Ketiga, sanitasi (air bersih dan jambanisasi khususnya). Ada juga beberapa pendekatan untuk mengenyahkan stunting dari bumi Nusantara menuju terwujudnya keluarga berkualitas di negeri tercinta ini. Di antaranya merencanakan usia pernikahan (21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki), merencanakan kelahiran, mengatur jarak kelahiran, merawat bayi dengan memberikan ASI eksklusif selama dua tahun.

Bila kita mengulik hingga pun membedah upaya pencegahan stunting sebagaimana pendekatan di atas, maka sesungguhnya keseluruhan dari upaya pencegahan itu termaktub di dalam program Bangga Kencana besutan BKKBN. Program ini termuat di dalam UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas