Obat-obatan di Indonesia Mahal, Menkes Ungkap Usulan Asosiasi Industri Kesehatan untuk Tekan Harga
Harus ada koordinasi antara kementerian teknis terkait, diantaranya Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya telah berbicara dengan asosiasi industri kesehatan mengenai masalah mahalnya alat-alat kesehatan dan obat-obatan di Indonesia.
Menurut Menkes, asosiasi kesehatan meminta policy dalam industri kesehatan harus disesuaikan diantaranya dengan meniadakan bea masuk bagi komponen alat kesehatan.
"Nah saya sudah bicara sih sama temen-temen, mereka bilangnya itu tadi pak kalau mau mendorong tolong policynya disesuaikan. Jadi bea masuknya nol tapi kemudian biaya komponen impornya," kata Menkes usai Ratas di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, (2/7/2024).
Menkes mengatakan menurut para pelaku industri kesehatan, sejumlah komponen obat dan Alkes masih impor.
Oleh karenanya untuk mendorong industri kesehatan kompetitif diantaranya yakni dengan meniadakan bea masuk.
Baca juga: Menkes Sebut Harga Obat-obatan di Indonesia Lebih Mahal 5 Kali Lipat Dibanding Malaysia
"Karena kita komponennya masih impor justru dipajakin. Kan jadi kalau industri dalam negeri bikin pasti enggak kompetitif karena sudah ada biaya bea masuk di sana," kata Menkes.
Untuk mengatasi hal tersebut kata Menkes harus ada koordinasi antara kementerian teknis terkait, diantaranya Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan.
"Tapi itu memang butuh koordinasi, yang tahu kan menteri teknisnya kan harus ngomong dengan menteri perindustrian yang nanti ngatur, kemudian juga kita mengusulkan ke kementerian keuangan mengenai policynya seperti apa. Nah koordinasi itu yang di indonesia kan mahal ya," katanya.
Sebelumnya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa harga obat obatan di Indonesia 5 kali lebih mahal dibandingkan dengan di Malaysia.
Hal itu disampikan Menkes usai rapat terbatas membahas mahalnya alat alat kesehatan dan obat obatan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, (2/7/2024).
"Tadi juga disampaikan bahwa perbedaan harga obat itu 3 kali, 5 kali dibandingkan dengan di Malaysia misalnya," kata Menkes.
Meskipun demikian menurut Menkes belum akan ada relaksasi pajak untuk menekan harga obat obatan tersebut. Pasalnya pajak hanya akan mengurangi 20 sampai 30 persen saja. Sementara perbedaan harga obat obatan mencapai 500 persen.
"Pajak kan gampangnya paling berapa, pajak kan 20 persen, 30 persen, gak mungkin, gimana menjelaskan bedanya 300 persen, 500 persen,"katanya.
Menkes mengatakan mahalnya harga obat obatan lebih kepada adanya masalah dalam tata kelola perdagangan. Ada sejumkah komponen biaya yang seharusnya tidak dikeluarkan dalam pengadaan obat sehingga harganya mahal.
"Kan ujung-ujungnya yang beli juga kan pemerintah juga kan. Nanti kalo layanan kesehatan ini kan sekarang hampir semuanya dibayar BPJS. Jadi balik lagi kalau mahal pemerintah yang akan bayar. Itu sebabnya kita harus mencari kombinasi yang semurah mungkin. Tapi isunya bukan hanya di pajak saja," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.