Banggar DPR Berharap APBN 2025 Bisa Atasi Tantangan Ketidakpastian Ekonomi Global
Said Abdullah berharap APBN 2025 juga bisa mewujudkan amanah konstitusi terutama untuk kemakmuran rakyat.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah berharap Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) tahun 2025 bisa mengatasi tantangan ketidakpastian ekonomi global.
Hal ini disampaikan Said dalam rapat kerja dengan perwakilan pemerintah di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2024).
"Kita menginginkan APBN tahun 2025 akan jauh lebih baik, berkualitas dan berkesinambungan, mampu menjawab tantangan ketidakpastian ekonomi global," kata Said.
Dia berharap APBN 2025 juga bisa mewujudkan amanah konstitusi terutama untuk kemakmuran rakyat.
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani: APBN 2023 Sisakan Saldo Anggaran Lebih Rp 459,9 Triliun
Said menegaskan, pembahasan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) dan RKP tahun 2025 memiliki nilai yang sangat penting dan strategis.
"Mengingat tahun 2025 adalah sebagai tahun pertama pemerintahan di bawah kepemimpinan presiden terpilih, Bapak Prabowo Subianto dan sekaligus tahun pertama dari pelaksanaan RPJMN Tahun 2025-2029," ujarnya.
Karenanya, setiap kebijakan yang dihasilkan dalam pembicaraan pendahuluan dan RKP tahun 2025 akan menjadi baseline dan kerangka kerja Pemerintahan Prabowo.
Said menjelaskan, pihaknya telah mendiskusikan mengenai kebijakan fiskal, asumsi dasar, pendapatan, defisit, dan pembiayaan.
Kemudian, kebijakan belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah (TKD) serta Rencana Kerja Pemerintah dan prioritas anggaran RAPBN 2025.
Dia berharap asumsi dasar ekonomi makro dan target pembangunan tahun 2025 bisa menjawab tantangan ekonomi dan keuangan global yang masih diliputi ketidakpastian.
Baca juga: Prabowo Pastikan Jaga Defisit APBN di Bawah 3 Persen, Ekonom: Tenangkan Pasar Valas dan SBN
"Tekanan terhadap rupiah yang terus melemah menjadi kekhawatiran tersendiri karena rentannya perekonomian nasional terhadap tekanan dan perubahan dari luar," ucap Said.
Di samping itu, Said menuturkan Indonesia masih terjebak dalam pertumbuhan ekonomi lima persenan.
Karenanya, dia berpendapat bahwa penting bagi Indonesia segera menemukan formulasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.
"Mengingat, kita sedang berada dalam fase bonus demografi yang memungkinkan bagi kita untuk bisa tumbuh lebih tinggi," ungkap Said.
Apalagi, Indonesia sudah menjalankan proses transformasi struktural yang diharapkan memberikan dampak positif bagi perbaikan struktur perekonomian.
Menurutnya, hal tersebut bisa menjadi fondasi dan modal untuk keluar dari middle income trap menuju Indonesia Emas 2045.
Said juga mendorong perlunya terobosan kebijakan untuk sektor perpajakan dan PNBP tahun 2025.
Dia menilai, hal itu bisa dicapai melalui implementasi undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan reformasi perpajakan berjalan dengan efektif.
Selain itu, Said mendorong prioritas belanja pemerintah harus mengarah pada peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), peningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dan peningkatan mutu pendidikan.
Kemudian, memperkuat ketahanan pangan, hilirisasi industri, pembangunan infrastruktur strategis, mendorong dunia usaha dan membantu usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Said juga meminta pemerintah harus memiliki skala prioritas untuk menyelesaikan persoalan mendasar, seperti kemiskinan ekstrem, stunting, dan wasting.
Dia optimistis pemerintah memiliki target besar penurunan stunting lebih progresif meskipun belum memiliki effort yang seragam dari multi stakeholder strategis.
"Persoalan stunting bukan hanya tanggung jawab 1-2 kementerian/lembaga (K/L) saja. Oleh sebab itu, semua K/L harus siap bahu-membahu dalam menyelesaikan persoalan dalam satu irama," tutur Said.
Selain itu, Said berharap alokasi anggaran pendidikan 20 persen bisa dioptimalkan memperbaiki kualitas pendidikan nasional sehingga mampu menghasilkan SDM yang terampil, terdidik, penuh inovasi, dan etos kerja tinggi.
Menurutnya, lima tahun ke depan Indonesia bisa mengurangi angka pengangguran yang berasal dari sekolah menengah dan vokasi secara signifikan.
"Kita tidak mau lagi melihat generasi Z menganggur, tidak sekolah, tidak bekerja atau tidak mengikuti pelatihan atau Not Employment, Education, or Training (NEET)," ungkap Said.
Tak hanya itu, Said juga meminta sinkronisasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) agar program bantuan sosial tepat sasaran dan efektif.
"Kita tentu berharap agar pengalokasian anggaran perlinsos lebih terukur dan tepat sasaran, tidak ada lagi exclusion dan inclusion error," tuturnya.
Sebab pihaknya masih menemukan persoalan penyaluran dana transfer ke daerah.
Menurut Said, pemerintah bisa mencari terobosan yang bersifat terstruktur dan institusional, menghilangkan ego sektoral antar antara kementerian dan lembaga yang terlibat dalam pengelolaan TKD.
"Oleh sebab itu, perlu kebijakan untuk menerbitkan pedoman/juknis dan peraturan menteri K/L terkait yang terintegrasi dan tersinkronisasi antara satu dengan lainnya sebelum tahun anggaran dimulai," imbuhnya.