Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketua MKMK Tegaskan Putusan Majelis Lembaga Etik Tak Bisa Jadi Objek Gugatan Anwar Usman di PTUN

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menegaskan, putusan dari majelis lembaga etik tidak bisa menjadi objek gugatan di pengadilan

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Ketua MKMK Tegaskan Putusan Majelis Lembaga Etik Tak Bisa Jadi Objek Gugatan Anwar Usman di PTUN
Tribunnews/Ibriza
Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna dan Anggota MKMK Yuliandri, usai sidang pembacaan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait laporan dugaan pelanggaran etik nomor 08/MKMK/L/05/2024, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) 2, Jakarta, pada Kamis (4/7/2024). 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menegaskan, putusan dari majelis lembaga etik tidak bisa menjadi objek gugatan di pengadilan.

Hal ini ditegaskan MKMK, dalam sidang pembacaan putusan laporan dugaan pelanggaran etik nomor 08/MKMK/L/05/2024, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) 2, Jakarta, pada Kamis (4/7/2024).

Adapun laporan dugaan pelanggaran etik a quo berkaitan dengan perkara Hakim MK Anwar Usman di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, yang mempermasalahkan pemberhentiannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.

Dalam sidang pembacaan putusan laporan ini, Majelis Kehormatan MK mengatakan, mereka tidak dapat mencampuri kompetensi absolut PTUN dalam memeriksa dan memutus perkara berkenaan dengan gugatan Anwar Usman tersebut.

Namun, dalam konteks itu, MKMK menegaskan, PTUN tidak memiliki kewenangan untuk mengadili putusan majelis lembaga etik, termasuk Majelis Kehormatan MK.

"Majelis Kehormatan telah secara tegas menyatakan pendiriannya bahwa PTUN tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili putusan Majelis Kehormatan yang merupakan putusan lembaga etik yang bersifat final," kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna, membacakan pertimbangan hukum, Kamis ini.

BERITA REKOMENDASI

Ditemui usai sidang, Palguna tak mau berandai-andai mengenai hasil akhir putusan PTUN Jakarta atas gugatan Anwar Usman itu.

Ia menyebut, apapun hasil putusan PTUN Jakarta, penting untuk melihat argumentasi dari putusannya nanti.

Namun demikian, Palguna menegaskan, MKMK telah menyampaikan pendirian yang tegas bahwa putusan majelis lembaga etik, termasuk MKMK, tidak bisa menjadi objek gugatan di pengadilan.

"Kami sebagai MKMK sudah menyampaikan pendirian yang tegas bahwa kita adalah majelis lembaga etik, putusannya bersifat final dan karena itu bukan menjadi bagian dari objek gugatan. Sehingga tidak bisa menjadi objek di PTUN," kata Palguna, kepada wartawan di depan Gedung MK, Jakarta.

Baca juga: Soal Pengajuan Ahli di PTUN, MKMK Tegaskan Hakim Anwar Usman Punya Hak Mendapatkan Keadilan

"Kalau gitu (bisa jadi objek gugatan), apa bedanya etik dengan hukum?" tutur Palguna.

Sebagaimana diketahui, MKMK menyatakan, Hakim Anwar Usman tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik terkait pengajuan ahli dalam sidang perkara yang digugatnya di PTUN Jakarta.

Hal ini ditegaskan Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna, dalam sidang pembacaan putusan laporan dugaan pelanggaran etik nomor 08/MKMK/L/05/2024, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) 2, Jakarta, pada Kamis (4/7/2024).

Sidang ini dihadiri langsung oleh Pelapor, yakni advokat, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.

"Memutuskan, menyatakan, Hakim Terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam prinsip Kepantasan dan Kesopanan dalam Sapta Karsa Hutama," kata Palguna, membacakan amar putusan, Kamis ini.

Dalam laporannya, Zico menyampaikan, saat ini sedang berjalan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang diajukan oleh Anwar Usman terkait pemberhentiannya sebagai Ketua MK.

Adapun pada tanggal 8 Mei 2024, agenda persidangan di PTUN adalah pemeriksaan saksi dan ahli dari penggugat, Anwar Usman, dimana salah satu ahli yang diajukan oleh adik ipar Presiden Joko Widodo alias Jokowi itu adalah Muhammad Rullyandi.

"Padahal, Muhammad Rullyandi sedang menjadi salah satu pihak berperkara di Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Hasil Pemilihan Umum Legislatif dengan posisi sebagai Kuasa dari Termohon (KPU)," ungkap Zico.

Zico menuturkan, setidaknya ia menemukan dua perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang menempatkan Muhammad Rullyandi sebagai kuasa hukum.

Dimana dalam salah satu perkara Anwar Usman menjadi hakim panel dari perkara tersebut.

Mengajukan gugatan dan menghadirkan ahli adalah kebebasan setiap warga negara.

Namun, kata Zico, dalam kapasitasnya sebagai seorang Hakim Konstitusi, Anwar Usman seharusnya bisa menerima pembatasan-pembatasan pribadi dengan rela hati serta bertingkah laku sejalan dengan martabat Mahkamah, sebagaimana diatur dalam Sapta Karsa Hutama pada bagian prinsip Kepantasan dan Kesopanan.

Bahkan, ia menyampaikan, hakim di pengadilan negeri saja, secara tegas dilarang untuk berhubungan dengan pihak-pihak dalam perkara yang sedang ditanganinya, apalagi terhadap hakim konstitusi yang adalah seorang negarawan.

"Apakah pantas seorang Hakim meminta jasa sebagai ahli dari seorang pengacara yang sedang memiliki perkara yang diadili oleh hakim tersebut?" tanya Zico.

Lebih lanjut, Zico selaku pelapor meminta MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat kepada Hakim Konstitusi Anwar Usman.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas