KPK Selisik Pengadaan Sistem Kapal Inspeksi Perikanan di Kementerian Kelautan dan Perikanan
Sebagai informasi, kasus ini berkaitan dengan pengusutan dugaan rasuah pengadaan 16 unit kapal patroli cepat di Ditjen Bea Cukai Tahun Anggaran 2013
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik proses pengadaan Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SKIPI) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Materi pemeriksaan itu didalami penyidik saat memeriksa tiga anggota tim teknis tahun 2009 sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan SKIPI ini pada Senin, 15 Juli 2024.
"Materi pendalaman tentang prosedur dan alur pengadaan Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SKIPI) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," ujar Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Selasa (16/7/2024).
Adapun ketiga saksi dimaksud atas nama Suryanto, Tini Martini, dan Waluyo Sejati Abutohir. Ketiganya diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Sebagai informasi, kasus ini berkaitan dengan pengusutan dugaan rasuah pengadaan 16 unit kapal patroli cepat di Ditjen Bea Cukai Tahun Anggaran 2013–2015.
KPK telah mengumumkan tiga tersangka dalam kasus korupsi di Ditjen Bea Cukai tersebut pada 2019 lalu.
Mereka adalah Prahastanto selaku Pejabat Pembuat Komitmen, Heru Sunarwanto selaku Ketua Panitia Lelang, dan Amir Gunawan selaku Dirut PT Daya Radar Utama (DRU).
Baca juga: Kasus Korupsi Jalur Kereta Api Besitang-Langsa, Jaksa: BPK Kecipratan Rp 10,25 Miliar
Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, menyebut dugaan kerugian negara akibat korupsi pengadaan kapal patroli ini mencapai Rp117.736.941.127.
Kasus tersebut berawal ketika Prahastanto mengarahkan panitia lelang agar tidak memilih perusahaan tertentu karena dia sudah menentukan perusahaan yang dipanggil.
Adapun nilai alokasi anggaran proyek ini mencapai Rp1,12 triliun dan bermula pada 2012.
Saat dilakukan uji coba, kapal yang dibeli ternyata tidak mencapai kecepatan yang sudah ditentukan.
Namun, Bea Cukai tetap menerima dan membayar sembilan dari 16 kapal yang dikerjakan oleh perusahaan tersebut.
“Selama proses pengadaan IPR diduga menerima 7 ribu euro sebagai sale agent mesin yang yang dipakai 16 kapal,” ucap Saut dalam konferensi pers pada 21 Mei 2019.