Profil Eks Dirut Jasamarga Jalan Layang Cikampek yang Minta Dibebaskan di Sidang Pledoi
Djoko Dwijono meminta dibebaskan dari tuntutan jaksa dalam kasus proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol Layang MBZ.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC), Djoko Dwijono meminta dibebaskan dari tuntutan jaksa dalam kasus proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol Layang MBZ.
Hal itu diungkapkan Djoko saat penyampaian pledoi atau pembelaaan atas sejumlah dakwaan jaksa yang ditujukan kepadanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2024).
Djoko Dwijono yang kini berusia 65 tahun menyelesaikan pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1986.
Baca juga: Kejagung Ungkap Modus Korupsi 109 Ton Emas: Kongkalikong Pakai Merek LM Antam
Ia memulai kariernya di PT Jasamarga (Persero) hingga pensiun di tahun 2015 sebagai kepala Satuan Pengawas Internal.
Setelah memasuki masa pensiun sebagai karyawan, Djoko dipercaya menduduki jabatan di anak perusahaan PT Jasamarga (Persero) Tbk.
Dalam kariernya dia pun pernah didapuk sebagai Direktur Operasi PT Trans Lingkar Kita Jaya, Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek, dan terakhir sebagai komisaris PT Trans Marga Jateng yang berakhir di tahun 2020.
Djoko ditugaskan menjadi Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek pada November 2016 ketika proyek jalan tol Mohamed Bin Zayed (MBZ) bakal segera dibangun.
Dia menyampaikan sejumlah fakta persidangan yang membuktikan dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi dan merugikan negara dalam proyek pembangunan jalan tol layang Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated.
Dalam dakwaan sebelumnya jaksa menyebut dirinya dengan Yudhi Mahyudin secara sengaja mengarahkan pemenang lelang pekerjaan steel box girder pada merk Perusahaan tertentu yaitu PT. Bukaka Teknik Utama.
Namun faktanya, selama persidangan terungkap Djoko tidak mengetahui adanya pencantuman ketentuan “steel box girder Bukaka” dalam dokumen lelang cq Spesifikasi Khusus.
“Saya juga tidak pernah menyetujui Spesifikasi Khusus yang mencantumkan ketentuan 'steel box girder Bukaka' sebagai dokumen lelang,” ungkapnya di persidangan.
Baca juga: Kejagung Ungkap Modus Korupsi 109 Ton Emas: Kongkalikong Pakai Merek LM Antam
Fakta lainnya yang diungkapkan oleh Djoko adalah soal pemberian hak untuk menyamakan penawaran atau right to match (RTM) kepada konsorsium PT Waskita Karya Tbk-PT Acset Indonusa Tbk (Kerja Sama Operasional/KSO Waskita-Acset), dalam lelang proyek jalan tol layang terpanjang di Indonesia itu.
Djoko mengatakan, penerapan konsep design and build dan metode right to match karena pada proses sebelumnya, pada lelang investasi, sudah diinformasikan kontraktor pelaksanaannya, dan kontraktor tersebut akan diberikan right to match di dalam proses pelelangan konstruksi.