Bakal Ajukan Protes, PDIP Desak Jokowi Masukkan Peristiwa Kudatuli Jadi Pelanggaran HAM Berat
PDIP mendesak Presiden Jokowi memasukkan peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kudatuli) ke dalam daftar pelanggaran HAM berat.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) mendesak Presiden Jokowi memasukkan peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kudatuli) ke dalam daftar pelanggaran HAM berat.
Untuk diketahui, Kudatuli merupakan peristiwa pengambilalihan secara paksa Kantor DPP PDIP yang dipimpin Megawati Soekarnoputri oleh massa pendukung Ketum PDI hasil kongres Medan, Soerjadi, pada 27 Juli 1996 silam.
"Kita panitia sepakat mendesak Jokowi, bahwa peristiwa 27 Juli ini untuk menjadi dimasukkan dalam pelanggaran HAM berat," ucap Ketua DPP Ribka Tjiptaning, dalam acara Diskusi Kudatuli di Kantor DPP PDIP, Jakarta, pada Sabtu (20/7/2024).
Ribka menyoroti, hingga saat ini Jokowi baru memasukkan 12 peristiwa dalam daftar pelanggaran HAM berat. Beberapa di antaranya yakni, peristiwa 1965, penembakan misterius atau petrus, dan kerusuhan Mei 1998.
Ia mengatakan, peristiwa Kudatuli belum dimasukkan ke dalam daftar pelanggaran hak asasi manusia yang tergolong berat tersebut.
Oleh karena itu, Ribka menegaskan, PDIP akan mengajukan protes dan memperjuangkan agar peristiwa tersebut digolongkan sebagaimana mestinya.
"Ini tentang 27 Juli enggak masuk pelanggaran HAM berat. Kita akan protes dan berjuang supaya peristiwa 27 Juli masuk," tegas Ketua DPP PDIP itu.
"Karena itu temen-temen itu yang ribut antara kita Soerjadi, tapi kawan-kawan aktivis itu dikejar dimana-mana. Ada yang kerja dipecat, yang punya usaha ditutup, termasuk praktek saya, semua jadi ada dampaknya 27 Juli itu," tambah Ribka.
Foto: Diskusi Kudatuli di Kantor DPP PDIP, Jakarta, pada Sabtu (20/7/2024). (Ibriza)