JPPI Ungkap Kecurangan dalam Proses PPDB 2024, Paling Banyak Cuci Rapor dan Sertifikat Palsu
Lima kecurangan terbesar yang terjadi di tahun ini adalah cuci rapor (19%), sertifikat palsu (16%), jual beli kursi (15%).
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) membeberkan sejumlah kecurangan yang terjadi dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2024.
Berdasarkan pemantauan JPPI, modus-modus kecurangan saat PPDB banyak ragamnya.
Baca juga: Maraknya Kecurangan pada PPDB Harus Menjadi Perhatian Serius untuk segera Dievaluasi
Terdapat 10 jenis kecurangan terbanyak yang terjadi pada PPDB 2024.
Kecurangan tersebut di antaranya:
- Pungutan liar
- Cuci rapor
- Permainan kuota bangku
- Sertifikat palsu
- Penerima KIP tidak lulus
- Otak-atik titik zonasi
- Siswa titipan
- Sistem online tapi tertutup
- Jual beli kursi
- Manipulasi KK
Lima kecurangan terbesar yang terjadi di tahun ini adalah cuci rapor (19 persen), sertifikat palsu (16%), jual beli kursi (15%), permainan kuota bangku yang tersedia (11%), dan manipulasi KK (10%).
"Cuci rapor dan pemalsusan sertifikat ini, modus lama yang tambah marak di tahun ini. Kasus ini khusus terjadi di jalur prestasi," ujar Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, melalui keterangan tertulis, Selasa (23/7/2024).
Sedangkan Manipulasi KK, hanya terjadi di jalur zonasi.
Sementara kasus jual beli kursi yang diwarnai dengan suap dan juga permainan kuota bangku, ini bisa terjadi di semua jalur (prestasi, zonasi, dan afirmasi).
Baca juga: Skandal Pencucian Nilai Rapor 51 Siswa Lulusan SMPN 19 Depok Agar Lolos PPDB: Katrol Nilai 20 Persen
"Sistem PPDB yang belum berkeadilan bagi semua, dan juga proses yang diwarnai dengan banyak kecurangan, membuahkan kekecewaaan dan melukai hak dasar anak untuk mendapatkan pendidikan," kata Ubaid.
"Di negeri ini, sekolah saja masih menjadi barang mewah. Padahal, sekolah adalah barang publik yang mestinya bisa dinikmati oleh semua anak, tanpa terkecuali,” tambah Ubaid.
Akibat sistem PPDB yang belum berkeadilan, Ubaid menilai terjadi rebutan bangku sekolah yang tidak adil.