Kajati Jatim Kecewa Putusan PN Surabaya yang Vonis Bebas Ronald Tannur, Upayakan Kasasi
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur memastikan akan mengambil langkah hukum selanjutnya, yakni kasasi.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mia Amiati mengaku kecewa atas vonis bebas yang dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan pacarnya Dini Sera Afrianti.
Mia memastikan kejaksaan akan mengambil langkah hukum selanjutnya, yakni kasasi.
"Kami akan ajukan upaya hukum kasasi," kata Mia Amiati dikonfirmasi Kamis (25/7/2024).
Mia mengungkapkan, dalam proses persidangan, Jaksa Penuntut Umun (JPU) sudah berupaya menggali fakta dan menyajikan bukti-bukti terkait perkara pembunuhan.
Baca juga: Ronald Tannur Divonis Bebas, Pakar Hukum: Upaya Beri Pertolongan Bukan Alasan Penghapusan Pidana
"Padahal jelas-jelas JPU menuntut berdasarkan visum, namun tidak dipertimbangkan majelis hakim," ujarnya.
Ronald Tannur, dalam dakwaan JPU, disebut melakukan tindak pidana kekerasan terhadap korban hingga meninggal dunia.
Dalam tuntutan jaksa, dia dituntut 12 tahun penjara lantaran melanggar pasal 338 KUHP atau 359 KUHP.
Selain hukuman tersebut, Ronnald Tanur juga dituntut membayar restitusi kepada ahli waris Dini sebesar Rp 263 juta subsider kurungan 6 bulan penjara.
Dalam amar putusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik pada Rabu (24/7/2024) kemarin, terdakwa dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya korban.
Selain itu, terdakwa juga dianggap masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban pada masa-masa kritis.
Hal itu dibuktikan dengan upaya terdakwa yang sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Baca juga: Komisi III DPR Desak KY Periksa Hakim yang Beri Vonis Bebas Ronald Tannur
"Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP," kata hakim.
Hakim juga meminta jaksa membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa, dan mengeluarkan terdakwa dari tahanan.
DPR Dorong Jaksa Kasasi
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi III DPR RI fraksi Partai Gerindra Habiburokhman juga mengaku prihatin atas putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tersebut.
Habiburokhman mendorong jaksa agar melakukan banding atas putusan PN Surabaya itu.
"Saya berharap jaksa melakukan banding terhadap kasus ini, dan kita sama-sama kawal di pengadilan tingkat banding agar korban, almarhumah bisa mendapatkan keadilan," kata Habiburokhman kepada wartawan Kamis (25/7/2024).
Habiburokhman mengaku dirinya mengikuti kasus yang melibatkan anak anggota DPR RI fraksi PKB Edward Tannur itu.
Dia menilai majelis hakim bisa menerapkan prinsip dolus evantualis atau kesengajaan dengan sadar.
"Jadi walaupun yang bersangkutan tidak berniat membunuh tapi seharusnya sadar kalau kemungkinan, karena perbuatannya maka korban bisa meninggal dunia. Ini yang menurut saya satu persoalan penting dalam putusan tersebut," ucap Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.
KY akan Dalami Putusan Hakim PN Surabaya
Sementara itu anggota sekaligus Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, pihaknya dapat memahami timbulnya pertanyaan publik terkait putusan tersebut.
Meski tidak ada laporan yang masuk terkait putusan kontroversial tersebut, Mukti mengatakan, KY akan menggunakan hak inisiatifnya untuk melakukan pemeriksaan kasus tersebut.
"KY memahami apabila akhirnya timbul gejolak karena dinilai mencederai keadilan. Namun karena tidak ada laporan ke KY, sedangkan putusan ini menimbulkan perhatian publik, maka KY menggunakan hak inisiatifnya untuk melakukan pemeriksaan pada kasus tersebut," kata Mukti, dalam keterangannya, Kamis (25/7/2024).
Menurut Mukti, walaupun Komisi Yudisial tidak bisa menilai suatu putusan, tetapi sangat memungkinkan bagi KY untuk menurunkan tim investigasi, serta mendalami putusan tersebut guna melihat apakah ada dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Mukti mendorong masyarakat untuk aktif melapor kepada KY, jika menemukan hal-hal yang diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).
"KY juga mempersilakan kepada publik untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim jika ada bukti-bukti pendukung agar kasus tersebut dapat ditindaklanjuti sesuai prosedur berlaku," ucap Mukti.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Tak Terima Anak Anggota DPR Pembunuh Wanita Sukabumi Bebas, Ini Langkah Kejati Jatim