Misi Lain KRI Teluk Weda-526: Menangkan Hati Anak-anak di Indonesia Timur Perangi Keterbelakangan
kapal perang TNI Angkatan Laut dari Satuan Kapal Amfibi Koarmada III, KRI Teluk Weda (TWD) - 526 membuktikan ketangguhannya dalam mengarungi lautan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, AMBON - Sekali lagi, kapal perang TNI Angkatan Laut dari Satuan Kapal Amfibi Koarmada III, KRI Teluk Weda (TWD) - 526 membuktikan ketangguhannya dalam mengarungi lautan Indonesia.
Kali ini, kapal perang jenis Landing Ship Tank (LST) yang mulai berlayar sejak 26 Oktober 2021 mengarungi perairan Indonesia Timur dari Lantamal IX Ambon menuju salah satu pulau terluar yakni Pulau Kei Besar Kabupaten Maluku Tenggara Provinsi Maluku.
Kapal tersebut sandar di Dermaga Pelabuhan Elat Kei Besar pada Rabu (24/7/2024) setelah berlayar kurang lebih selama 27 jam non stop.
Kapal yang berkecepatan maksimal 16 knot atau 30 km/jam tersebut membawa bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos) seberat sekira 14,6 ton tanpa hambatan berarti dengan dukungan alam dan lautan yang cukup tenang.
Goyangan di kapal juga tidak terlalu sginfikan dibuktikan dengan minimnya penumpang baik dari staf Kemensos, wartawan, Tagana, maupun kru kapal yang mabuk laut.
Kapal jenis pendarat tank buatan anak bangsa yang dibangun PT Bandar Abadi Shipyard di Batam tersebut digadang-gadang menjadi kunci dalam operasi pendaratan.
Kapal perang yang mampu "menggendong" dua helikopter itu juga mampu membawa setidaknya 17 tank amfibi BMP-3F atau 10 tank Leopard 2A4, serta Landing Craft Vehicle Personel (LCVP), dan juga RIB.
Selain itu, kapal yang dipersenjatai dua unit meriam Bofors 40 mm/L70 dan dua senapan mesin 12.7 mm untuk pertahanan diri itu juga mampu membawa sekira 115 kru ditambah 367 pasukan.
Komandan KRI TWD - 526 Letkol Laut (P) Ricky Tacoma menjelaskan fungsi asasi KRI TWD - 526 adalah kapal untuk mendaratkan tank di pesisir pantai.
"Kapal ini merupakan betul-betul kapal perang. Kalau di LPD (Landing Platform Dock), akomodasi yang tersedia cukup banyak," kata Ricky di KRI TWD - 526 dalam pelayaran dari Ambon menuju Kei Besar pada Selasa (23/7/2024).
"Di sini khusus untuk kapal markas dan kapal yang memang disiapkan untuk perang sehingga kapal ini digunakan untuk komandan perang, komandan gugus tempur, maupun Panglima Armada," sambung dia.
Namun demikian, kapal tersebut juga memiliki fasilitas yang cukup memadai baik untuk kru kapal maupun pasukan di antaranya 264 kasur, dapur, ruang makan, tempat olahraga, lounge, musala, toilet, kamar mandi, ruang hiburan, gudang munisi, hingga perpustakaan dengan buku-buku yang bervariasi.
Khusus untuk perpustakaan, jangan dibayangkan bentuknya seperti perpustakaan pada umumnya.
Perpustakaan di KRI TWD - 526 hanya terdiri dari sebuah rak buku kayu sekira setinggi 100 cm dengan lebar sekira 150 cm.
Selain itu, terdapat juga meja berukuran panjang sekira 100 cm dan lebar 50 cm dengan tinggi sekira 30 cm untuk tempat meletakan laptop server dan tablet-tablet buku digital.
Terdapat pula sebuah spanduk setinggi 170 cm dengan lebar sekira 70 cm bertuliskan E-Library Perpustakaan Digital KRI Teluk Weda - 526.
Lokasi perpustakaan tersebut tepat di depan pintu masuk koridor bintara.
Baik buku fisik maupun buku digital yang disediakan di perpustakaan itu bergenre variatif mulai dari cerita anak bergambar, cerita rakyat, dongeng, agama, sejarah, militer, ensiklopedia ilmu pengetahuan umum, hingga komik.
Sebagian besar kecil buku-buku di perpustakaan tersebut hanya bisa dibaca ditempat, namun sebagian besar kerap dibagikan untuk anak-anak sekolah yang mengunjungi kapal perang tersebut.
Praktis, hampir seluruh ruangan dan tempat yang dapat diakses oleh umum di kapal tersebut adalah ruang bacanya termasuk geladak helikopter ataupun lounge.
Baca juga: Mensos Risma Naik LCVP KRI Teluk Weda Kawal Bantuan Bakti Sosial ke Pulau Kei Besar Maluku
Misi Lain
Tak hanya dapat diandalkan dalam misi pendaratan tank amfibi, akan tetapi KRI Teluk Weda - 526 di bawah kepemimpinan Ricky juga membawa misi lain.
Misi tersebut adalah memenangkan hati anak-anak Indonesia Timur dalam perang melawan keterbelakangan.Dengan kata lain, Ricky dan krunya ingin menumbuhkan minat baca dan pendidikan bagi anak-anak di pesisir Indonesia Timur.
Dalam menjalankan misi yang tak kalah mulia dibandingkan dengan menjaga kedaulatan NKRI itu, Ricky dan anak buahnya menggunakan 1.500 buku yang ia dapatkan dari Perpustakaan Nasional (Perpusnas).
Selain itu, Ricky dan anak buahnya juga membagikan berbagai peralatan tulis, tas, mainan edukasi, hingga makanan ringan kesukaan anak-anak untuk menarik minat mereka membaca.
Namun untuk misi tersebut, Ricky tak bisa menggunakan uang negara.
Alhasil, ia merogoh kantong sendiri untuk keberhasilan misi mulia itu.
Untuk itu setidaknya ia telah mengeluarkan sekira Rp8 juta untuk mengangkut 1.500 buku Perpusnas dari dermaga di Tanjung Priok ke KRI Teluk Weda - 526 yang saat itu posisinya berada di Lantamal IX Ambon.
Tak berhenti di situ, ia juga merogoh kocek puluhan juta untuk merintis perpustakaan digital yang baru saja dirintisnya pada Juli tahun 2024 ini.
Perpustakaan digital atau E-Library itu resmi diluncurkan Menteri Sosial Tri Rismaharini di hadapan anak-anak dari berbagai sekolah dasar di Pulau Kei Besar saat kapal perang itu sandar di Dermaga Pelabuhan Elat dalam rangkaian kegiatan Ekspedisi Kebangsaan Maluku Tenggara pada Rabu (24/7/2024).
Ricky mengaku mengeluarkan setidaknya Rp28 juta untuk aplikasi server komputer buku digital dan Rp20 juta untuk membeli 10 unit tablet bermuatan buku-buku elektronik untuk anak-anak dari kantong pribadinya.
Belum lagi ia harus membeli tas sekolah, peralatan tulis, meja belajar yang ia bagikan untuk anak-anak pengunjung kapal.
Ricky memandang semua yang dilakukannya itu hanya untuk turut mencerdaskan anak-anak khususnya di pesisir Papua dan Maluku sekaligus sebagai amal jariyah untuk bekal di kehidupan akhirat kelak.
Di bawah tangan dingin dan cita-citanya turut mencerdaskan kehidupan anak-anak di Indonesia Timur, KRI Teluk Weda - 526 menjadi satu-satunya kapal perang perpustakaan terapung yang beroperasi di Indonesia.
Setiap sandar pesisir pantai di wilayah operasinya khususnya di Indonesia Timur, Ricky akan mengajak anak-anak usia sekolah hingga masyarakat untuk berkunjung dan membaca di KRI Teluk Weda - 526.
Atas jerih payahnya melawan keterbelakangan itu, tidak sedikit penghargaan yang telah diraihnya dalam perang melawan kebodohan tersebut.
Penghargaan yang diraihnya bermacam-macam baik dari pegiat literasi maupun kementerian dan lembaga.
Namun satu di antara penghargaan yang ia banggakan adalah dari Panglima TNI yang menjabat saat itu yakni Laksamana TNI Yudo Margono.
Penghargaan tersebut ditempel di sisi rak buku perpustakaan KRI TWD - 526.
Penghargaan itu diberikan kepadanya pada 20 November 2023 karena keberhasilannya menyulap kapal perang di jajaran Koarmada III tersebut menjadi perpustakaan terapung yang bermanfaat bagi anak-anak di pesisir Papua dan Maluku.
Sejak ia menjabat sebagai Komandan KRI Teluk Weda - 526 pada 8 Mei 2023 lalu, hingga kini setidaknya perpustakaan tersebut telah digelar di sembilan kota atau kabupaten.
Terbaru, perpustakaan tersebut dibuka saat kapal sandar di Dermaga Elat Pulau Kei Besar pada Rabu (24/7/2024).
"Jadi motivasinya itu hanya untuk meningkatkan minat belajar membaca, dan karena saya muslim hanya untuk amal jariyah. Jadi saya berpikiran bagaimana caranya mereka bisa mendapatkan ilmu pengetahuan di setiap sudut kota," kata dia.
'Musuh-musuh' yang Harus Ditumpas
Kesadaran Ricky akan pentingnya minat baca bagi anak-anak tidak serta merta timbul begitu saja.
Ketika bertugas di awal-awal kariernya sebagai perwira Angkatan Laut, Ricky miris dengan rendahnya motivasi membaca atau belajar anak-anak di pesisir Indonesia Timur.
Saat ia bertugas di Komando Armada Timur sekira tahun 2004 di Sorong, Ricky mengaku menemui anak-anak di sana sebagian besar belum bisa membaca bahkan hingga jenjang usia kelas 4 SD.
Mereka, kata Ricky, tidak terlalu peduli dengan sekolah mereka melainkan hanya peduli tentang bagaimana berdagang atau mendapatkan ikan sebagaimana orang tua mereka yang kebanyakan nelayan.
Di sisi lain, ia mendengar dari sejumlah guru sekolah yang ia temui di sana dalam situasi dilematis.
Guru-guru di sana, kata Ricky, kerap terpaksa menaikan kelas anak-anak di sana meskipun secara kemampuan baik itu membaca atau pelajaran lainnya belum layak.
Namun di sisi lain, lanjut dia, guru-guru di sana tetap harus menaikan kelas anak-anak di sana karena mereka tidak mau bersekolah lagi ataupun orang tua mereka akan marah bila anak-anaknya tidak dinaikan kelas.
Di samping itu, kata Ricky, mereka bahkan tak punya cita-cita untuk bisa mendapatkan kehidupan dan pekerjaan yang lebih baik dari orang tuanya.
Untuk membangkitkan minat baca anak-anak itu, ia pun menggelar lomba membaca puisi, menggambar, mewarnai, hingga bercerita bagi anak-anak pengunjung KRI TWD - 526.
"Kami memberikan buku-buku ini juga sebagai program untuk literasi. Bisa mencerdaskan anak-anak bangsa yang khususnya ada di wilayah pesisir. Sehingga mereka belajar mengetahui apa isi bumi, isi dunia, tentang seluruh pelosok Indonesia," kata dia.
"Bukan cuma sekadar, mohon maaf, dagang maupun menjadi nelayan. Karena mereka tahunya hanya sekadar ikan, menjadi nelayan, dan berdagang. Itu yang saya mau trigger di sini bahwasanya kalian punya cita-cita harus lebih tinggi, lebih hebat," sambung dia.
Namun demikian, misi mulia tersebut bukan berarti tanpa tantangan.
Satu di antaranya adalah pesimisme dan stigma yang melekat terhadap anak-anak Indonesia Timur yang kerap dikaitkan dengan malas belajar.
Ricky mengaku, masih ada kolega-koleganya di lingkungan TNI yang memandang bahwa anak-anak di Indonesia Timur lebih suka diberikan makanan atau sembako ketimbang dibawakan buku.
Namun ternyata, pesimisme dan stigma tersebut terbantahkan ketika perpustakaan kapal perang tersebut digelar.
Selain itu, ia juga harus menghadapi besarnya antusiasme masyarakat sekaligus keterbatasan waktu dan tenaga yang ia dan krunya miliki.
Anak-anak dan masyarakat, kata dia, justru banyak yang datang melebihi jumlah siswa sekolah-sekolah yang ia undang.
Bahkan, ia kerap harus terpaksa menutup perpustakaan tersebut karena banyak anak-anak atau pengunjung yang masih ingin membaca di kapal tersebut hingga pukul tengah malam meskipun jam kunjungan telah dibatasi hanya hingga pukul 18.00.
Di samping itu, lanjut dia, ada juga warga di pesisir yang tak bisa masuk ke kapal karena tak lolos pemeriksaan misalnya karena membawa senjata tajam atau memakai atribut bernuansa politik.
Untuk itu, prosedur pemeriksaan keamanan kepada pengunjung kapal tetap dijalankan secara ketat mengingat bagaimanapun KRI TWD - 526 adalah kapal perang.
"Armada tidak memerintahkan kami membuka perpustakaan apung. Tapi ini inisiatif dari saya dengan rekan-rekan semuanya. Kalau cuka sekadar sandar di suatu tempat terus cuma berenang atau olahraga biasa," kata dia.
"Tapi kalau kita punya keluarga baru, persahabatan dengan masyarakat, ada manfaatnya, itu bagian dari Sumpah Prajurit dan Sapta Marga kami, semuanya kami berikan kepada bangsa dan negara," sambung dia.
Curi-Curi Baca di Toko Buku
Masa kecil Ricky sebagai anak seorang Prajurit Angkatan Laut turut membentuk apa yang ia kerjakan sekarang.
Saat usia 5 sampai 7 tahun, anak dari Perwira Logistik TNI AL itu ikut orang tuanya berdinas di Pulau Weh Sabang.
Saat itu, ia mengaku kesulitan mendapatkan buku-buku kesukaannya khususnya komik.
Alhasil, ia pun harus menunggu kiriman eyangnya yang berada di Pulau Jawa untuk bisa membaca komik Asterix dan Obelix kesukaannya.
Tak hanya itu, setelah beranjak remaja pun hobi membaca masih melekat di dirinya.
Terkadang, dirinya harus mencuri-curi membaca buku di sudut-sudut toko buku seperti Toko Buku Gramedia maupun Toko Buku Gunung Agung.
Hal itu dilakukan karena ayahnya yang hanya membelikannya buku saat gajian.
Selain itu, ketika kuliah Magister di French War College pada Januari sampai Juni 2020, ia pun berkesempatan keliling di 18 negara Eropa.
Saat berkelling itu ia mendapati fakta begitu tingginya minat baca masyarakat di negara-negara Eropa yang pernah ia singgahi.
Hal itu, kata dia, satu di antaranya ditunjukkan dengan adanya tempat-tempat untuk membaca atau mendonasikan buku di ruang-ruang publik negara-negara tersebut.
Di samping itu, dirinya pun mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana memenangkan hati rakyat dari perkuliahan yang ia jalani selama di Prancis.
Namun, ia meyakini anak-anak Indonesia adalah anak-anak yang hebat.
Mereka, lanjut dia, tidak ada bedanya dengan anak-anak yang dari Eropa atau belahan dunia yang lain.
Anak-anak Indonesia, kata dia, punya motivasi dan keinginan untuk membangun negara ini dengan kemampuan mereka.
"Inilah yang ingin saya bangkitkan kepada mereka bahwasanya mereka mampu berkembang dan membangun daerahnya serta bangsa ini menjadi jauh lebih baik," kata Ricky.
Baca juga: Kemensos Kirim Bantuan ke Pulau Kei Besar, Mensos Risma Ikut Berlayar 30 Jam Naik KRI Teluk Weda
"Karena dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan mereka bisa membangun Indonesia. Dan harapan saya ayo kita bangkit bersama membangun Indonesia jauh lebih baik dengan pengetahuan. Tidak hanya sekadar bermalasan atau bergadget dan game online," pungkasnya.