Final Debat Hukum Polri: Undip Bicara Restorative Justice, Unhas Kritisi Beda Tafsir Antar Instansi
Final lomba debat hukum menampilkan Tim Polda Jateng menyampaikan opininya terkait urgensi restorative justice (RJ).
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina

Kemudian Perpol Nomor 8 Tahun 2021 dinilai secara jelas bertentangan dengan lex superior derogate legi inferiori yakni peraturan perundang-undangan yang mempunyai derajat lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi.
Dalam konteks ini, Perpol 8/2021 bertentangan dengan KUHAP.
Selanjutnya, tidak adanya batas waktu untuk menghentikan suatu perkara yang telah diselesaikan secara keadilan restorative justice.
Hal ini berdampak pada lamanya pengeluaran SP3 dan menjadikan penyelesaian perkara menjadi sumber pendapatan atau hidden income para oknum polisi.
"Tidak adanya penetapan pengadilan setelah pihak kepolisian melakukan restorative justice, menimbulkan ketidakpastian hukum, karena penghentian penyidikan berdasarkan pada SP3, yang artinya dapat dibuka dan dituntut kembali," ucap Fadilah.
Perihal ini, Tim Polda Sulsel mengusulkan mekanisme solusi dengan membentuk setingkat UU Khusus dengan melibatkan Bappenas, BPHN, Kemenkumham, Kemendagri, Polri, Kejagung, Mahkamah Agung, Akademisi dan Praktisi.
Kemudian, membentuk peraturan pedoman teknis sehingga menyamakan pandangan restorative justice bagi semua instansi, lalu menjadikan peradilan di bawah MA sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang dalam menentukan hasil restorative justice.
"Sedangkan kepolisian hanya berfokus berorientasi pada proses," ucapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.