Kuasa Hukum Saka Tatal Yakin Penyebab Kematian Vina dan Eky karena Kecelakaan, Hotman Paris Bantah
Kuasa Hukum Saka Tatal berkeyakinan bahwa kasus kematian Vina dan Eky di Cirebon pada 2016 silam disebabkan karena kecelakaan, bukan pembunuhan.
Penulis: Rifqah
Editor: Garudea Prabawati
"Semua pernyataan saksi hari ini kuat, menunjukkan tidak adanya pembunuhan dengan pemerkosaan," ujarnya.
Hotman Paris Bantah Pihak Saka Tatal
Kuasa hukum keluarga Vina Cirebon, Hotman Paris, membeberkan bukti bahwa Vina dan Eky, bukan korban kecelakaan lalu lintas.
Untuk memperkuat pernyataannya itu, Hotman lantas menunjukkan bukti visum et repertum sebelum dan sesudah jenazah Vina-Eky dikuburkan yang telah diajukan sebagai barang bukti pada persidangan 2016.
Dalam surat visum itu disebutkan bahwa Vina dan Eky meninggal karena pukulan benda tumpul, sehingga mengalami patah tulang hampir di seluruh bagian tubuhnya.
Menurut Hotman, hal tersebut bukanlah ciri-ciri dari korban kecelakaan lalu lintas karena tak ada lecet terjatuh dari aspal.
"Ini benar-benar bukan ciri khas luka yang dialami korban kecelakaan lalu lintas, karena tidak ada luka lecet akibat terjatuh di aspal," ujar Hotman Paris saat konferensi pers di Keraton Kacirebonan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Selasa, dikutip dari TribunJabar.id.
Apabila Vina dan Eky korban kecelakaan lalu lintas, maka secara logika akan mengalami luka lecet meski hanya sedikit di tubuhnya akibat terjatuh di aspal.
Selain itu, kata Hotman, foto yang dilampirkan dalam sidang PK Saka Tatal juga membuktikan Vina dan Eky bukan korban kecelakaan.
Pasalnya, foto itu memperlihatkan kodisi tubuh keduanya cenderung mulus, tidak menunjukkan ada luka lecet seperti yang biasa dialami korban kecelakaan lalu lintas.
"Katanya ada luka kena baut juga, kan, namanya jatuh digebuk pasti bisa kena baut, sehingga mengakibatkan patah tulang," kata Hotman Paris.
Hotman pun menegaskan, bukti foto tersebut tidak mungkin bisa mengalahkan bukti visum yang diajukan pada persidangan 2016.
"Makanya, sudah tidak ada alasan bagi majelis hakim untuk mengubah putusan persidangan yang ditetapkan pada 2016," kata Hotman Paris.
Bahkan, dalam putusan majelis hakim 2016 juga terdapat pertimbangan majelis hakim yang menyatakan penganiayaan itu direncanakan.
Sebelum kejadian, disebutkan bahwa sudah ada SMS dari antarpelaku, tepatnya pada 17 Agustus 2016.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.