Megawati Bakal Datangi Kapolri Jika Hasto Ditangkap Polisi, Pengamat Singgung Perang Psikologi
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin angkat bicara menanggapi pernyataan Megawati.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, yang akan mendatangi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo apabila Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ditahan, menuai berbagai reaksi.
Pernyataan ini disampaikan Megawati dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Partai Perindo 2024 di Jakarta, Selasa (30/7/2024) kemarin.
Dalam kesempatan itu, Megawati menyatakan keberatan terhadap proses hukum yang melibatkan Hasto.
“Saya bilang ke Hasto, sudah tak usah takut, nanti kalau kamu diambil, aku pergi ke Kapolri, coba pengen ngomong apa itu si Kapolri,” kata Mega.
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin angkat bicara menanggapi pernyataan Megawati.
Menurutnya, Megawati sedang berupaya memulai perang psikologi.
Kata Ujang, apabila Hasto tidak diduga terlibat tentu tidak akan dipanggil KPK untuk menjalani proses pemeriksaan penyidikan.
“Saya melihat kalau mendatangi Kapolri itu bagian dari perang psikologi antara Megawati dengan institusi hukum khususnya dengan Kepolisian. Harusnya, ya biarkan kepolisian bertindak sesuai hukum, karena bagaimana pun hukum tidak boleh diintervensi oleh siapa pun,” kata dia.
Terlebih, sambung ujang, Megawati juga meragukan proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti yang dianggap tidak sesuai aturan yang berlaku ketika memeriksa Hasto Kristiyanto.
Ujang menyayangkan atas pernyataan Megawati tersebut yang dianggap meremehkan proses hukum yang sedang berjalan. Sejatinya, hukum dan keadilan patut ditegakkan.
“Soal Sekjen PDIP Hasto kembalikan saja ke mekanisme hukum. Kalau tidak salah ya pasti aman. Hal ini penting untuk menjaga ruh hukum,” ujarnya.
Megawati Bela Hasto
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bersikap setia terhadap Hasto Kristiyanto yang sedang mengalami kasus hukum.
Sebagai salah satu orang kepercayaannya, Megawati mengatakan tak pernah meninggalkan Hasto.
Oleh karena itu, Presiden ke-5 RI ini meminta Hasto tidak perlu takut jika harus diperiksa Polda Metro Jaya atau terkait kasus dugaan suap di KPK.
Sebagaimana diberitakan, Hasto menjalani pemeriksaan selama dua jam di Polda Metro Jaya pada 4 Juni 2024.
Dia diperiksa terkait kasus dugaan penyebaran berita hoaks atau bohong ketika diwawancara oleh SCTV pada Kamis (16/3/2024) dan Kompas TV pada Selasa (26/4/2024).
Laporan terhadap Hasto dilakukan Hendra dan Bayu Setiawan.
Pelaporan itu teregister dalam laporan bernomor LP/B/1735/III/2024/SPKT/Polda Metro Jaya pada Selasa (26/3/2024) dan LP/B/1812/III/2024/SPKT/Polda Metro pada Minggu, 31 Maret 2024.
Hasto diduga melakukan penghasutan dan/atau menyebarkan informasi elektronik atau dokumen elektronik yang membuat berita bohong sebagaimana diatur dalam Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 28 Ayat 3 jo Pasal 45A Ayat 3 Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Selain itu, Hasto juga pernah diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan suap terkait penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku yang hampir lima tahun berstatus buron.
Pemeriksaan terhadap Hasto yang berlangsung pada Senin, 10 Juni 2024, berakhir cukup panas karena penyidik KPK melakukan penyitaan terhadap dua handphone dan buku catatan milik politikus PDI-P tersebut.
Kemudian, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Hasto sebagai saksi dugaan korupsi pembangunan dan perawatan jalur kereta di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA), Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Namun, Hasto diketahui tidak memenuhi panggilan pemeriksaan oleh KPK pada Jumat, 19 Juli 2024.
Oleh karenanya, KPK bakal melakukan panggilan ulang terhadap Hasto guna dimintai keterangan dalam kasus dugaan korupsi yang berawal dari perkara penyuapan oleh Direktur PT Istana Putra Agung (IPA) Dion Renato Sugiarto terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Semarang, Bernard Hasibuan dan Kepala BTP Kelas 1 Semarang, Putu Sumarjaya.
Perkara itu kemudian terus berkembang hingga proyek-proyek pembangunan jalur kereta di Jawa Barat, Sumatera, dan Sulawesi.
Suap yang diberikan bervariasi yang mengacu pada persentase dari nilai proyek yang mencapai puluhan hingga ratusan miliar.
Sumber: TRIBUN BANTEN
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.