Konflik Jokowi dan Mega Meruncing, 3 Hal Diduga Jadi Penyebab, Termasuk Gagalnya Wacana 3 Periode
Dugaan akar penyebab makin runcingnya konflik antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik, Hendri Satrio, mengungkapkan dugaan akar penyebab makin runcingnya konflik antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Hendri menilai ada pernyataan Megawati yang menunjukkan kemarahannya terhadap pemerintahan Jokowi saat berpidato dalam acara Perindo, Selasa (30/7/2024).
"Saya berasumsi Ibu Mega sedang geram terhadap pemerintahan negeri ini, sedang geram terhadap rezim penguasa, tapi sekaligus juga prihatin."
"Ibu Mega mengatakan 'kami kok dibeginikan? Salah saya apa?' Itu kalau kita acu ke dalam sebuah komunikasi politik, itu bentuk keprihatinan sekaligus juga marah," ungkap Hendri dalam dialog Indonesia Lawyers Club, Kamis (1/8/2024).
Menurut Hendri, setidaknya ada tiga dugaan penyebab meruncingnya konflik Jokowi dan Megawati.
1. Megawati Tak Setuju 3 Periode
Hendri menilai, Megawati memulai mengangkat bendera perang terhadap Jokowi saat menolak wacana masa jabatan presiden diperpanjang menjadi tiga periode.
"Malulah Pak Jokowi itu pada saat ketuanya tidak mengizinkan dirinya mengambil tiga periode, ternyata Ibu Mega begitu taatnya kepada hukum."
"Tapi sudah tersebar kabar dia ingin tiga periode, jadi itu adalah asal muasalnya mungkin yang pertama kenapa Ibu Mega bertanya kenapa kami dibeginikan? Salah saya apa? Mungkin itu," ungkap Hendri.
2. Megawati Tolak Keberlanjutan
Alasan kedua menurut Hendri, Megawati menolak keberlanjutan.
"Ibu Mega menolak keberlanjutan dalam arti keberlanjutan kekuasaan, bukan keberlanjutan pelayanan atau perjuangan ideologis seperti yang seharusnya partai politik miliki."
"Apa itu? Ya ada anaknya masuk ke sana. Sehingga ibu Mega menggarisbawahi enggak boleh keberlanjutan seperti ini. Keberlanjutan harus tentang pelayanan, pembangunan, ideologi, bukan tentang kekuasaan," urainya.
Baca juga: Dari Anies sampai Edy Rahmayadi, 4 Sosok Ini Dinilai Sulit Maju Pilkada meski Elektabilitas Tinggi
3. Megawati Tidak Bisa Ditundukkan
Alasan ketiga menurut Hendri, Megawati menjadi satu-satunya ketua umum partai politik yang gagal ditundukkan Jokowi sampai hari ini.
"Dia sendirian aja gapapa, ketum-ketum parpol lain tunduk pada dirinya, pada diri Pak Jokowi," ungkap Hendri.
Hal itu terlihat dari perhelatan Pilkada di depan mata.
Beberapa daerah kunci seperti Jakarta, Jawa Barat, hingga Jawa Tengah belum memunculkan secara pasti siapa yang didukung Jokowi.
"Di Jakarta itu kan mungkin belum diputuskan siapa yang akan maju walaupun desas-desusnya mungkin akan RK (Ridwan Kamil)."
"Itu kan mungkin karena Kaesang belum diputuskan oleh Jokowi dia akan maju di Jakarta atau Jawa Tengah," ujarnya.
Lalu di Jawa Barat, lanjut Hendri, Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto, harus membuat Ridwan Kamil yang memiliki elektabilitas kuat, berpindah ke Jakarta.
"Ini akan mengakibatkan suara Golkar di Jawa Barat mungkin akan hilang atau turun."
"Kemudian juga kita bisa mengacu di Sumatra Utara pada saat Airlangga mengatakan saya ingin Musa Rajekshah-Bobby Nasution. Tapi kemudian Bobby pindah ke Gerindra dan dicalonkan jadi calon gubernur lalu Golkar mendukung," ungkap Hendri.
"Partai-partai lain nurut dengan Pak Jokowi, namun tidak dengan Ibu Megawati," pungkasnya.
Pernyataan Megawati
Megawati diketahui menyoroti sejumlah kasus hukum yang menjerat PDIP.
Mulai dari Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, yang bermasalah dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus Harun Masiku, hingga dugaan korupsi Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu.
"Kenapa kami diginikan, PDI Perjuangan, saya tanya ahli tata negara, pengacara, sebenarnya salahnya saya apa? Lho iya dong coba pikir," ungkap Mega, beberapa waktu lalu.
Ia menduga, sasaran aparat adalah dirinya, naum tidak berani.
"Coba kalau bisa, tapi mau ngambil saya pada enggak berani."
"Lho iya lah, jadi sasarannya sekeliling saya," ujarnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)