Beda Respons 3 Elite PDIP soal Jokowi Minta Maaf pada Rakyat Jelang Lengser
Respons 3 elite PDIP soal permintaan maaf Presiden Jokowi kepada masyarakat jelang lengser dari jabatannya pada Oktober 2024 mendatang.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Jelang lengser pada Oktober 2024 mendatang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta maaf kepada masyarakat.
Permintaan maaf ini disampaikan Jokowi ketika memberikan sambutan dalam acara zikir dan doa bersama menyambut HUT ke-79 RI di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (1/8/2024) lalu.
"Dalam kesempatan yang baik ini, di hari pertama bulan kemerdekaan, bulan Agustus, dengan segenap kesungguhan dan kerendahan hati, izinkanlah saya dan Profesor K.H. Ma'ruf Amin ingin memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas segala salah dan khilaf selama ini, khususnya selama kami berdua menjalankan amanah sebagai Presiden Republik Indonesia dan sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia," kata Jokowi.
Jokowi menuturkan, sebagai seorang manusia, ia tidak mungkin dapat menyenangkan semua pihak. Dirinya hanya manusia biasa yang tidak sempurna.
"Kami juga tidak mungkin dapat memenuhi harapan semua pihak. Saya tidak sempurna, saya manusia biasa, kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT," ujarnya.
Permintaan maaf Presiden Jokowi lantas mendapatkan komentar dari sejumlah elite PDI Perjuangan (PDIP), sebagai berikut.
Hasto Kristiyanto
Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, mengingatkan bahwa seluruh kebijakan Presiden Jokowi mesti dipertanggungjawabkan, bukan malah langsung menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat.
Hal itu disampaikan Hasto untuk merespons pertanyaan wartawan di sela-sela acara wayangan dengan lakon ‘Sumatri Ngenger’ di Sekolah Partai PDIP, Sabtu (3/8/2024) malam.
Hasto lantas mencontohkan soal data impor beras, karena terbukti pada tahun ini Indonesia harus impor sebanyak 6 juta ton.
"Partai menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan dari seorang presiden itu dipertanggungjawabkan di hadapan rakyat."
Baca juga: Di Depan Presiden Jokowi, Relawan GK Center Siap Dukung Keberlanjutan Program Pemerintah
"Contohnya kami yang selama ini getol menolak impor beras sekarang terbukti bahwa data-data yang sebelumnya disampaikan ternyata manipulatif," ucap Hasto.
Ia menegaskan yang harus dikedepankan adalah pertanggungjawaban, bukan permintaan maaf.
"Kebijakan-kebijakan itulah yang harus dipertanggungjawabkan terlebih dahulu kepada rakyat dan itu harus kedepankan, bukan permintaan maafnya dulu," ungkap Hasto.
Ahok
Sementara itu, Ketua DPP PDIP Bidang Perekonomian, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, menilai permintaan maaf Jokowi jelang lengser dari kursi presiden wajar.
"Mesti tanya ke Pak Jokowi-nya. Tetapi saya kira wajar," kata Ahok di Jakarta, Sabtu.
Ia menyebut hampir semua kepala pemerintahan menyampaikan permohonan maaf saat masa jabatannya berakhir.
"Saya juga mengakhiri jabatan saya juga mohon maaf, saya keluar tahanan juga minta maaf ke polisi mungkin ada khilaf sengaja tidak sengaja menyakiti mereka," ujarnya.
Deddy Yevri Hanteru Sitorus
Kemudian, Ketua DPP DPIP Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, menduga permintaan maaf Presiden Jokowi ke seluruh masyarakat tidak tulus.
Ia menyebut, mantan Gubernur Jakarta itu biasanya selalu mengatakan hal yang bertentangan dengan perasaan, pikiran, dan tindakannya.
"Jadi saya enggak tahu kali ini dia tulus atau tidak. Jangan-jangan dia sedang bersandiwara untuk mencari simpati, bukan tulus meminta maaf," kata Deddy saat dihubungi, Jumat (2/8/2024).
Ia menegaskan, semestinya Jokowi mencabut semua aturan yang memberatkan masyarakat apabila serius untuk minta maaf.
"Gunakan sisa waktu yang ada untuk memperbaiki kerusakan semua lembaga yang terkait demokrasi, penegakan hukum, HAM, lingkungan hidup, dan distribusi keadilan-kesejahteraan. Jangan omon-omon saja," ujarnya.
Deddy lantas meminta Jokowi membatalkan usulan perubahan nomenklatur Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Termasuk, pasal-pasal yang berpotensi merusak tatanan dalam revisi Undang-undang tentang TNI dan Polri.
"Kalau hal-hal itu dilakukan baru kita belajar percaya kalau beliau serius minta maaf pada rakyat."
"Jujur saja, 5 tahun rezim Jokowi itu daya rusaknya terhadap hukum dan demokrasi melampaui 32 tahun kekuasaan Orba," ujar Deddy.
(Tribunnews.com/Deni/Fransiskus/Fersianus)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.