Komisi VII DPR Minta Pemerintah Antisipasi Meningkatnya Polusi Udara Jelang Puncak Musik Kemarau
Menurutnya, kementerian terkait dan pemerintah daerah sebaiknya segera melakukan antisipasi semakin meningkatnya polusi udara.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno, memberikan solusi guna mencegah polusi yang membuat kualitas udara memburuk.
Menurutnya, kementerian terkait dan pemerintah daerah sebaiknya segera melakukan antisipasi semakin meningkatnya polusi udara menjelang puncak musim kemarau.
“Kita semua sudah memahami bahaya polusi di musim kemarau dan dampak yang ditimbulkannya terhadap kesehatan warga, khususnya balita dan warga berusia lanjut," kata dia kepada wartawan Selasa (6/8/2024).
"Jadi mestinya ada tindakan preventif yang dilakukan jauh hari sebelumnya dan jangan kita seakan tak berdaya menghadapi polusi udara akut," imbuhnya.
Selama sebulan terakhir beberapa kota besar di Indonesia masuk dalam 10 besar kota dengan polusi terburuk di dunia. Kota tersebut antara lain, Jakarta, Medan hingga Tangerang Selatan.
Seperti hari ini, berdasarkan data yang dihimpun situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 09.16 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta menempati posisi kedua terburuk dunia dengan indeks AQI poin sebesar 156 atau berada dalam kategori tidak sehat.
Kategori tersebut menunjukkan bahwa kualitas udara di wilayah tersebut tidak sehat bagi manusia untuk beraktivitas di luar ruangan.
Eddy menegaskan, kementerian dan pemerintah daerah jangan menunggu sampai polusi udara sampai pada tingkat yang membahayakan kesehatan dan baru bertindak.
“Selama 3 tahun berturut-turut kita mengalami polusi masif di Jakarta dan kota-kota besar lainnya yang sedemikian buruk dan berbahaya untuk kesehatan. Seharusnya menjadi evaluasi dan pemicu agar program pencegahannya dilakukan secara cepat," ucapnya.
“Sumber polusi udara di kota besar yang berasal dari sektor transportasi, pembangkit listrik dan industri perlu ditangani segera, antara lain melalui pembatasan penggunaan transportasi pribadi non listrik, percepatan ekosistem kendaraan listrik, penggunaan BBM kualitas tinggi atau BBM Nabati, serta mendorong penggunaan solar panel untuk industri dan rumah tangga,” imbuhnya.
Secara khusus Eddy kembali meminta agar percepatan co-firing gas di pembangkit listrik di sekitar kota-kota besar bisa ditingkatkan segera, di samping pembangunan pembangkit energi terbarukan yang progresnya masih tertatih-tatih.
Sehingga, solusi yang dihadirkan untuk jangka panjang.
“Salah satunya dengan percepatan transisi energi yang terencana, dimulai dengan peningkatan penggunaan gas bumi pada PLTU, dilanjutkan dengan pembangunan sumber energi terbarukan lainnya yang sudah direncanakan, namun masih belum terlaksana,” pungkas Anggota DPR RI Dapil Jawa Barat III Kota Bogor dan Cianjur ini.