Sidang Eksepsi Kasus Korupsi Timah, Kuasa Hukum Suranto: Seharusnya Perkara Ini Ditangani PTUN
Kuasa hukum Terdakwa Suranto mengatakan sanksi yang tepat dijatuhkan terhadap Suranto adalah sanksi administrasi.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Dewi Agustina
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Terdakwa Suranto, Lauren Harianja, menilai seharusnya perkara dugaan korupsi timah yang melibatkan kliennya ditangani oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Untuk diketahui, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung periode 2015–2019 Suranto Wibowo terlibat kasus dugaan korupsi timah ini bersama Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021 sampai 2024, Amir Syahbana; dan Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani (BN).
Baca juga: Jaksa Ungkap Pertemuan Harvey Moeis, Robert Bonosusatya dan PT Timah di Hotel
Lauren menyoroti dakwaan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung, bahwa Terdakwa disebut menerima pendelegasian dari Gubernur Provinsi Bangka Belitung untuk menerbitkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tidak melakukan pembinaan dan pengawasan.
Terkait dakwaan tersebut, menurut Lauren, sanksi yang tepat dijatuhkan terhadap Suranto adalah sanksi administrasi.
Sehingga, kewenangan mengadili adalah pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Oleh karena itu, Lauren menyebut, dakwaan jaksa dapat dibatalkan majelis hakim.
"Bahwa dari fakta hukum ini dihubungkan dengan peraturan tersebut di atas, maka yang berwenang secara absolut adalah Pengadilan Tata Usaha Negara dan karena surat dakwaan jaksa penuntut umum ini dapat dibatalkan atau batal demi hukum," kata Lauren, dalam sidang eksepsi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (7/8/2024).
Selain itu, menurut Lauren, dalam surat dakwaannya, jaksa penuntut umum juga tidak menjelaskan atau menguraikan di mana ketidakbenaran RKAB yang disetujui Terdakwa Suranto Wibowo.
"Dan jaksa penuntut umum juga tidak menyebutkan dasar hukumnya, sehingga tidak jelas," jelasnya.
Baca juga: Sidang Kasus Timah, Jaksa Sebut Harvey Moeis & Helena Lim dapat Rp 420 Miliar, Disamarkan Lewat CSR
Padahal, katanya, wajib bagi jaksa yang telah mendakwa Suranto Wibowo menyetujui RKAB yang tidak benar, untuk menjelaskan menguraikan persyaratan penerbitan RKAB yang benar diatur dalam Pasal berapa dan UU apa.
"Sehingga jaksa penuntut umum tidak berasumsi atau berpendapat karena yang harus dibuktikan adalah fakta hukum dan dasar hukum yang mengaturnya," tutur kuasa hukum Terdakwa Suranto.
Sebelumnya, Suranto bersama dua Terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 (primair) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU 31/1999 (subsidair).
Para terdakwa eks Kadis ESDM Babel dalam perkara ini disebut-sebut lalai dalam pembinaan dan pengawasan terhadap para pemegang Ijin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).
Akibatnya, perusahaan-perusahaan pemilik IUJP bebas membeli bijih timah hasil penambangan ilegal dan bahkan melakukan penambangan sendiri di wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
"Sehingga perusahaan pemilik IUJP yang bermitra dengan PT Timah Tbk tersebut bebas membeli hasil penambangan bijih timah ilegal dan melakukan penambangan sendiri di wilayah IUP PT Timah Tbk. Padahal seharusnya pemilik IUJP hanya dapat melakukan usaha jasa penambangan kepada PT Timah Tbk," kata jaksa penuntut umum, dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024).