Profile Assessment Capim KPK Dilaksanakan 28-29 Agustus, Jenderal hingga Politisi Bakal Ikut Tes
Pansel Capim dan Dewas KPK mengumumkan tes Profil Assessment dilaksanakan 28-29 Agustus 2024, diikuti 80 peserta, ada jenderal hingga politisi.
Penulis: tribunsolo
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) dan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan pelaksanakan tes Profile Assessment pada 28-29 Agustus 2024.
Pengumuman terkait jadwal tersebut, disampaikan langsung oleh Ketua Pansel Capim dan Dewas KPK, Muhammad Yusuf Ateh, di Kantor Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (8/8/2024).
"Profile Assessment akan diselenggarakan pada tanggal 28 dan 29 Agustus 2024," ungkap Ateh.
"Detail jadwal nanti akan disampaikan pada tanggal 23 Agustus 2024," lanjutnya.
Nantinya, akan ada 40 Capim dan 40 calon Dewas yang akan mengikuti tes tersebut.
Setelah proses Profile Assessment, masing-masing akan diambil 20 orang untuk mengikuti tahapan selanjutnya, yakni wawancara.
Sebelumnya, 40 Capim dan 40 calon Dewas yang mengikuti Profile Assessment, adalah jumlah peserta yang lolos tes tertulis pada 31 Juli lalu.
Perlu diketahui, tes tertulis yang dilaksanakan bulan Juli lalu diikuti sebanyak 230 orang dari capim dan 142 orang dari calon Dewas.
"Seleksi tertulis Capim dan Dewas KPK masa jabatan 2024-2029 telah dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 2024 yang lalu yang diikuti oleh calon pimpinan KPK sebanyak 230 orang dan calon dewan pengawas KPK sebanyak 142 orang," tutur Ateh.
"Dari jumlah peserta yang tes tertulis tersebut kami Pansel menyatakan lulus masing-masing sebanyak 40 orang calon pimpinan KPK dan sebanyak 40 orang calon dewan pengawas KPK," sambungnya.
Peserta yang lolos tes tertulis sebelumnya, berasal dari latar belakang berbeda, mulai dari jenderal hingga politisi.
Baca juga: Daftar Lengkap 40 Capim KPK yang Lolos Tes Tertulis, Ada Mantan Menteri Hingga Eks Jubir Jokowi
Adapun peserta dari latar belakang jenderal di antaranya, Deputi Koordinasi dan Supervisi KPK, Didik Agung, Widjanarko, Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN), Agung Setya Imam Effendi, Kapolda Kalimantan Tengah (Kalteng), Djoko Poerwanto.
Selain itu, ada Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, Pj Gubernur Bali, Sang Made Mahendrajaya, dan mantan Deputi II Kantor Staf Presiden, Yanuar Nugroho.
Di bidang politisi, terdapat politikus PDI Perjuangan, Johan Budi, mantan menteri ESDM, Sudirman Said.
Ada pula Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, dan Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan.
Tetapi, sebagian besar yang lolos tes tertulis berlatar belakang hukum, hal itu mendapat sorotan dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
Diberitakan sebelumnya, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, berpendapat banyaknya yang berlatar hukum tersebut, akan menimbulkan kecurigaan dari publik tentang independensi pansel dalam bekerja.
Kurnia pun memerinci ada beberapa poin penting berkenaan dengan hasil seleksi kali ini.
Pertama, pansel bisa dianggap melanggar peraturan perundang-undangan, yakni, Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, jika indikasi memberikan karpet merah terbukti.
“Adapun peraturan perundang-undangan itu telah memandatkan bahwa setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum,” ungkap Kurnia menanggapi persoalan jika adanya indikasi pemberian karpet merah kepada penegak hukum untuk masuk KPK, Kamis.
Kedua, Kurnia menilai, apabila nanti terbukti adanya aparat penegak hukum di dalam kepengurusan KPK maka akan menimbulkan konflik kepentingan dan mengganggu independensi lembaga.
Salah satu analoginya yaitu pada Pasal 11 UU KPK, yang berisi bahwa KPK harus memberantas korupsi di lembaga penegak hukum.
"Oleh karena itu, bagaimana penegakan hukum KPK akan objektif jika komisionernya berasal dari lembaga penegak hukum?" jelasnya.
Baca juga: 40 Orang Lulus Tes Tulis, Eks Penyidik KPK Ingatkan Pansel Saring 10 Capim Tak Bermasalah
Kemudian, menurutnya adanya indikasi loyalitas ganda yang dimiliki capim dari penegak hukum yang dinyatakan lolos tersebut, karena secara administratif mereka masih berada di bawah kekuasaan lembaganya terdahulu.
Dikhawatirkan nanti dalam penyelesaian kasus tidak objektif.
"Atas kondisi ini, masyarakat khawatir penanganan perkara di KPK tidak objektif. Lagi pun, jika dipandang calon-calon dari kalangan penegak hukum memiliki kompetensi yang mumpuni, mengapa mereka tidak diberdayakan di lembaga asalnya?" tegasnya.
ICW menegaskan, supaya nantinya capim yang berasal dari penegak hukum dinyatakan lolos diminta untuk mundur dari institusi sebelumnya.
Hal ini digunakan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada KPK dan lembaga penegak hukum di Indonesia.
(mg/Pradita Aprilia Eka RAHMAWATI)
Penulis adalah peserta magang Universitas Sebelas Maret (UNS).