Sosiolog: Judi Online Sulit Diberantas, Hanya Bisa Dikurangi Korbannya
Di era teknologi internet yang kian pesat seperti sekarang ini, permainan judi hanya pindah ke aplikasi.
Penulis: willy Widianto
Editor: Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diprediksi bakal kesulitan memberantas judi online. Upaya penegakan hukum yang tegas hanya akan mengurangi korban dari judi online.
Sosiolog Universitas Nasional (Unas), Sigit Rochadi mengatakan, judi merupakan kebiasaan buruk yang sudah mendarah daging.
Berbagai norma, agama, dan hukum positif sudah melarang perjudian. Tetapi, judi masih terus dipraktikkan oleh masyarakat.
Di era teknologi internet yang kian pesat seperti sekarang ini, permainan judi hanya pindah ke aplikasi.
"Judi online lebih leluasa dipraktikkan oleh semua lapisan masyarakat karena diperantarai oleh aplikasi, tidak bertatap muka, dapat dilakukan di mana saja, menjanjikan hasil yang besar, mudah menjalankannya dan tidak memerlukan modal besar. Belum lagi para endorsement yang rata-rata public figure menarik dan menjanjikan kemenangan," kata Sigit, Jumat(9/8/2024).
Baca juga: Kemenkominfo: Perputaran Uang Judi Online Diperkirakan Capai Rp 900 Triliun pada Akhir 2024
Dia mengatakan, kemajuan teknologi yang tidak disertai dengan literasi yang baik dan benar, mengurung masyarakat dan menghadapkan masyarakat pada pilihan terbatas.
Situasi ini memaksa masyarakat mengikuti tren.
"Kecanduan bermain media sosial, game, video porno dan aplikasi-aplikasi termasuk judi, pada awalnya sekedar ikut trend kemudian menjadi kecanduan," ujar Sigit.
Baca juga: Cegah Penyimpangan Barang Bukti, 164 Kg Sabu hingga 17 Ribu Ekstasi Hasil Operasi Polisi Dibakar
Apakah bisa diberantas? Sigit mengaku tidak yakin judi online bisa diberantas.
Menurut dia, pemerintah hanya mungkin mengurangi aktivitas judi online. Syaratnya, ada penegakan hukum yang tegas.
"Dikurangi dengan penegakan hukum yang benar-benar tegas dan adil bisa, tetapi memberantasnya tidak bisa," katanya.
Sigit berharap, pemberantasan judi online terus dilakukan dengan berbagai cara dan melibatkan para pihak, mulai dari sektor pendidikan hingga aparat hukum.
"Kebijakan disinsentif perlu dilakukan. Pelajar yang terlibat judi tidak mendapat bantuan pendidikan, keluarga yang terlibat judi tidak berhak menggunakan KIS (Kartu Indonesia Sehat)," ujar Sigit.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.