Pengamat LIPI: Kalau Bahlil Jadi Ketum Kesalahan Besar Partai Golkar
Ikrar Nusa Bhakti mengaku belum dapat memahami sekelas Partai Golkar dapat diintervensi oleh pihak luar.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Riset di Pusat Penelitian Politik LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Prof Ikrar Nusa Bhakti mengaku belum dapat memahami sekelas Partai Golkar dapat diintervensi oleh pihak luar.
Menurutnya, apabila Agus Gumiwang Kartasasmita benar menjadi Plt. Partai Golkar, dengan tugas melaksanakan Munaslub pada Agustus ini akan menjadi kesalahan besar.
"Begitupun kalau kemudian nanti ternyata Bahlil Lahadalia itu kemudian benar terpilih menjadi ketua partai Golkar, itu lagi-lagi kesalahan besar bagi partai Golkar," katanya saat wawancara dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Gedung Tribun Palmerah, Jakarta, Senin (12/8/2024) malam.
Problem politik lain yang terjadi dalam Partai Golkar apabila ternyata disetujui oleh Prabowo Subianto.
Ikrar menyebut itu berarti sama saja Prabowo Subianto sedang menggali kuburnya sendiri.
Dia berpendapat hal itu lantaran dia tidak akan menjadi presiden terpilih, dan yang sebenar-benarnya presiden setelah dilantik.
"Kenapa demikian? Karena berarti dia membuka kesempatan pada Jokowi, itu untuk tetap menjadi dalam tanda kutip 'bos dia'," ujarnya.
Ikrar berpandangan dengan demikian Jokowi bakal memberikan direksi politik kepada Prabowo..
"Kemudian dia juga yang nanti membiarkan si Samsul ini untuk kemudian maju menjadi calon presiden menantang Prabowo pada 2029," ucap mantan Dubes RI untuk Tunisia.
Ikrar menilai Jokowi tebang pilih dalam di dalam menegakkan kasus termasuk masalah korupsi yang dihadapi Airlangga Hartarto yang membuat dirinya mundur dari Ketua Umum Golkar.
Padahal seluruh warga negara Indonesia sejajar di muka hukum atau equality before the law.
"Kenapa tebang pilih? Saya beri contoh ya, kalau dia memang benar-benar ingin menegakkan hukum, atau kemudian membiarkan baik itu kejaksaan agung, atau KPK, ataupun kepolisian negara Republik Indonesia, menangani kasus-kasus hukum, harusnya kemudian itu yang tadi saya katakan bahwa, jangan kemudian ditunda waktunya," ujar Ikrar.
Dia mempertanyakan mengapa kejaksaan agung atau gedung bundar itu sedang menyelidiki kasus minyak goreng, lalu tiba-tiba dihentikan menjelang Pilpres dan Pileg itu.
Lalu dia bertanya hanya menteri-menteri dari Partai Nasdem yang kemudian persoalan kasus hukumnya terus berlanjut pada saat Pileg berlangsung, ataupun pemilu Presiden berlangsung.
"Apa yang saya katakan di sini, berarti ada kebijakan yang berbeda terhadap menteri-menteri, walaupun itu sama-sama di dalam Kabinetnya Jokowi," urainya.