Ahli ungkap Alasan Bahlil Tak Cocok Jadi Ketum Golkar: Sempat Terseret Kasus Tambang, Titipan Istana
Pengamat politik Citra Institute Efriza menilai Menteri Investasi Bahlil Lahadalia tak pantas menjadi Ketum Golkar menggantikan Airlangga Hartarto.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Ahli sekaligus Pengamat politik Citra Institute Efriza menilai Menteri Investasi Bahlil Lahadalia tak cocok menjadi Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar, menggantikan Airlangga Hartarto yang mengundurkan diri.
Diketahui usai Airlangga menyatakan mundur dari jabatan Ketum Golkar, nama Bahlil santer disebut-sebut sebagai sosok penggantinya.
Namun menurut Efriza, dibanding Bahlil masih ada Bambang Soesatyo atau Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK) yang lebih cocok mengisi kursi Ketum Golkar.
Meski demikian, Efriza percaya masih ada kemungkinan akan munculnya sosok calon baru menjelang Musyawarah Nasional Luar Biasa (munaslub) Golkar mendatang.
Terutama sosok calon Ketum yang bisa benar-benar diterima oleh berbagai faksi di Partai Golkar.
"Tetapi memungkinkan pula menjelang munaslub muncul calon baru yang dapat diterima oleh berbagai faksi di Partai Golkar," kata Efriza dilansir WartakotaLive.com, Kamis (15/8/2024).
Lebih lanjut Efriza menuturkan, pengalaman Bahlil di DPP Golkar masih nihil.
Efriza pun mengungkap kekhawatiran jika Golkar akan berada di bawah kendali Presiden Jokowi saat Bahlil menjadi Ketumnya.
Hal itu nantinya akan memunculkan gelombang penolakan karena Golkar terkesan dikendalikan oleh orang luar.
Sosok Bahlil selama ini juga kerap disebut sebagai orang dekat Presiden Jokowi.
Sehingga tak heran jika Bahlil disebut-sebut sebagai titipan istana.
Baca juga: Respon Luhut Soal Bahlil yang Digadang-gadang Calon Kuat Ketum Golkar
"Ini yang dikhawatirkan oleh banyak kalangan politisi Partai Golkar, juga tak menutup kemungkinan faksi-faksi di Golkar lainnya menguat."
"Bahkan bisa saja bersatu dalam menyikapi kecenderungan Bahlil adalah titipan dari istana dan malah bawa kemunduran dalam berdemokrasi di internal Partai Golkar," ungkap Efriza.
Tak hanya itu, Efriza juga menilai Bahlil bukanlah sosok yang bersih, sehingga tidak pantas menjadi Ketum Golkar.