Muhammadiyah Sebut Aturan BPIP Cacat Nalar, Kritik Larangan Paskibraka Lepas Jilbab
Muhammadiyah turut merespons polemik Paskibraka lepas jilbab saat pengukuhan karena mengikuti aturan BPIP.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Muhammadiyah turut merespons polemik Pasukan Pengibaran Bendera Pusaka (Paskibraka) putri yang melepas jilbab saat pengukuhan di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada Selasa (13/8/2024).
Wakil Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) PP Muhammadiyah, Maneger Nasution menilai larangan Paskibraka berjilbab merupakan pelanggaran HAM dan inkonstitusional.
"Memasuki 79 tahun kemerdekaan Indonesia masih ada pejabat publik cacat nalar kemanusiaan universal dan kasus jadul begini," ungkapnya kepada Tribunnews, Kamis (15/8/2024).
Maneger bilang, jika ada pelarangan anggota Paskibraka memakai jilbab, maka larangan itu harus dicabut.
Ia juga mendesak anggota Paskibraka muslimah yang memang memakai jilbab agar tetap tampil memakai jilbab pada Upacara 17 Agustus 2024.
Pelarangan mengenakan jilbab dinilai sebuah tindakan diskriminatif yang bertentangan dengan Pancasila, kebebasan beragama, dan HAM.
Cacat Nalar
Untuk diketahui, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyebut larangan itu dilakukan sesuai peraturan BPIP dan sudah ada perjanjian di atas materai 10 ribu saat mendaftar.
"Pertama, ini cacat nalar relasi kuasa. Adik-adik pendaftar paskibraka saat disodori pernyataan semacam itu pastilah dalam situasi 'terpaksa'. Ini terjadi relasi kuasa yang tidak berimbang," ungkapnya.
Baca juga: Pelarangan Jilbab Pada Anggota Paskibraka Dinilai Cederai Kemerdekaan yang Dirayakan
Kedua, hal ini dinilai cacat nalar kemanusiaan universal.
"Hak beragama itu adalah hak dasar warga negara (Pasal 22 UU 39 tahun 1999 tentang HAM). Hak tersebut tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun."
"Dengan demikian argumen BPIP bahwa pelarangan itu sesuai dengan peraturan BPIP, ini justru cacat nalar konstitusional," ungkapnya.
Terkait permintaan maaf BPIP, sebagai bangsa beradab, Maneger menyebut hal itu perlu diapresiasi.
"Permintaan maaf itu sebuah kemuliaan. Tapi, permintaan maaf itu tentu tidak menghilangkan dugaan pelanggaran HAM atas tindakan tersebut," ucapnya.
Lebih lanjut, Maneger menilai Komnas HAM perlu memastikan akan dugaan terjadinya pelanggaran HAM oleh BPIP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.