Gugatan Anwar Usman Dikabulkan PTUN, Feri Amsari: Putusannya Banyak Kejanggalan, Erat Motif Politik
Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari nilai dikabulkannya gugatan Anwar Usman di PTUN sangat erat motifnya politik.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai dikabulkannya gugatan Anwar Usman di PTUN sangat erat motifnya politik.
Diketahui, Putusan PTUN Jakarta Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT, menyatakan membatalkan keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023 tertanggal 9 November 2023 tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK masa jabatan 2023-2028.
Dalam putusan tersebut PTUN mengabulkan permohonan Anwar Usman untuk dipulihkan harkat dan martabatnya sebagai Hakim Konstitusi seperti semula.
Namun, PTUN tidak mengabulkan permohonan Anwar Usman untuk dikembalikan kedudukannya sebagai Ketua MK masa jabatan 2023-2028 seperti semula.
Mulanya Feri menjelaskan saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) masih dipimpin oleh Suhartoyo. Hal itu dikarenakan MK mengajukan banding atas putusan tersebut.
“Banding Mahkamah Konstitusi dengan sendirinya putusan itu belum bersifat memiliki kekuatan hukum tetap. Sehingga saat ini ketua MK masih Pak Suhartoyo,” kata Feri kepada Tribunnews.com di kantor ICW, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2024).
Baca juga: Sekjen PDIP Curiga Ada Intervensi Hukum di Balik Putusan PTUN Kabulkan Gugatan Anwar Usman
Kemudian dikatakannya dalam putusan tersebut terdapat berbagai kejanggalan. Di antaranya mengembalikan harkat Anwar Usman sebagai hakim MK.
“Jadi seolah dia (PTUN) menetralisir hasil keputusan MKMK, karena majelis kehormatan menyatakan etikanya (Anwar Usman) bermasalah. Jadi kalau dikembalikan harkat oleh PTUN pertanyaan besarnya. Apakah PTUN adalah peradilan etik?” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa MKMK merupakan peradilan etik yang bersifat final dan mengikat. Atas hal itu ia menilai putusan PTUN tersebut tak tepat.
“Putusan itu juga tidak mengembalikan status Anwar Usman sebagai ketua. Itu menyebabkan putusan tersebut bertabrakan dengan logika pertama. Karena logika pertama mengembalikan harkatnya. Sedangkan pemberhentian Anwar Usman sebagai ketua MK gara-gara dia melanggar etik,” lanjutnya.
Baca juga: PTUN Kabulkan Gugatan Anwar Usman, Pengamat Sebut Tak Ada Kekosongan Hukum Jika Diabaikan MK
Kemudian dijelaskan Feri tanpa ada kaitannya PTUN lalu membatalkan pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua MK.
“Padahal Suhartoyo dilantik karena kekosongan jabatan ketua MK yang menurut PTUN tidak perlu diisi kembali oleh Anwar Usman. Jadi ada logika yang bertabrakan di dalam putusan itu, sehingga saya menduga putusan ini sangat erat motifnya politik,” tandasnya.