Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ahli Pidana soal Drama Cabut BAP di Sidang Korupsi Hakim Agung Gazalba Saleh: Alasannya Mesti Jelas

Padahal, keterangan tersebut pernah disampaikan si saksi dalam tahap penyidikan dan tertuang di dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Ahli Pidana soal Drama Cabut BAP di Sidang Korupsi Hakim Agung Gazalba Saleh: Alasannya Mesti Jelas
Tribunnews.com/Ashri Fadilla
Persidangan kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Hakim Agung nonaktif, Gazalba Saleh di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (19/8/2024).  

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Agung nonaktif, Gazalba Saleh menghadirkan Ahli Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Suparji Ahmad sebagai saksi meringankannya dalam sidang perkaranya.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum UAI itu dihadirkan untuk dimintai pendapat sebagai ahli dalam persidangan kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Senin (19/8/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta yang menjerat Gazalba Saleh di kursi pesakitan.

Di antara keterangannya sebagai ahli, Suparji menjelaskan soal pencabutan keterangan oleh saksi di dalam persidangan.

Hal demikian awalnya ditanyakan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), berkaca dari proses persidangan perkara ini, di mana terdapat saksi yang mencabut keterangan di persidangan. Padahal, keterangan tersebut pernah disampaikan si saksi dalam tahap penyidikan dan tertuang di dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

Terkait pencabutan keterangan atau BAP, Suparji berpendapat bahwa hal tersebut mesti dilakukan dengan alasan yang jelas.

"Apakah dalam mencabut keterangannya di persidangan seorang saksi harus disertai alasan-alasan yang sah menurut hukum?" tanya jaksa KPK di dalam persidangan.

Berita Rekomendasi

"Bahwa tentunya di dalam satu proses persidangan dan kemudian saksi tadi menyatakan mencabut BAP-nya di dalam penyidikan harus ada alasan-alasan yang jelas yang kemudian tadi ya tentunya yang utama tidak sesuai keyakinan dia," jawab Suparji.

Baca juga: KPK Tetapkan 4 Tersangka Kasus Korupsi di ASDP Indonesia Ferry

Adapun terkait alasan pencabutan BAP di persidangan, jaksa penuntut umum dan majelis hakim dinilai memiliki kewenangan untuk menilainya.

Penilaian tersebut menurut Suparji, dapat dilakukan dengan cara membandingkan dengan alat bukti lain.

"Penuntut umum maupun Majelis Hakim punya hak atau punya kewenangan yang kemudian menilai tentang alasan pencabutan. Terkait keterangan yang mana yang benar dan sebagainya, dan tadi ahli sampaikan bahwa tidak semata mata hanya bergantung pada seorang saksi saja, tapi dinilai oleh saksi yang lain, kemudian dinilai dgn alat bukti yang lain," jelas Suparji.

Sebagai informasi, dalam persidangan sebelumnya, Kamis (18/7/2024), terdapat drama pencabutan BAP milik Anggota Komite Eksekutif (Exco) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Ahmad Riyadh.

Di dalam persidangan itu, jaksa KPK membacakan BAP Riyadh sebagai pengacara pihak berperkara bernama Jawahirul Fuad yang awalnya mengaku memberikan uang kepada Gazalba Saleh.

Uang SGD 10 ribu diserahkan kepada Gazalba Saleh di Hotel Sheraton saat menghadiri acara pernikahan mantan anak Hakim Agung Abdul Latif pada Juli 2022.

"Kemudian menyerahkan langsung uang Dolar Singapura pecahan SGD 10 ribu yang saya masukkan ke dalam amplop warna putih setara RP 500 juta langsung kepada saudara Gazalba Saleh si acara makan malam di Hotel Sheraton, Surabaya yang dihadiri beberapa Hakim Agung Mahkamah Agung RI dan saudara Gazalba Saleh diam saja," kata jaksa, membacakan BAP Riyadh.

Baca juga: Dalih Hakim Agung Gazalba Saleh Kirim Duit ke Ayah Teman Wanita: Untuk Sedekah

Namun kemudian, keterangan Riyadh di dalam BAP tersebut diubah.

Hal yang diubah ialah tempat penyerahan uang, menjadi Bandara Juanda di Sidoarjo.

Kemudian perubahan keterangan juga terkait dengan nominal yang diberikan, dari SGD 10 ribu menjadi SGD 18 ribu.

"Bahwa pemberian uang kepada saudara Gazalba Saleh setelah saya ingat-ingat nilainya adalah SGD 18.000. Bahwa pemberian uang kepada saudara Gazalba Shaleh yang keterangan awal saat saya lakukan di Hotel Seraton Surabaya, saya ubah, dilakukan di Bandara Juanda Sidoarjo," kata jaksa, membacakan BAP Riyadh yang diubah.

Namun kemudian, keterangan terkait penyerahan uang itu, dicabut seluruhnya oleh Riyadh di persidangan.

Terakhir, dia menyebut bahwa Gazalba Saleh sama sekali tidak menerima uang.

Dengan demikian, terhitung sudah dua kali dia mengubah keterangan terkait penyerahan uang.

"Tadi kemudian disebutkan bahwa uang itu saudara ubah dalam bentuuk Dolar Singapura. Kemudian pertemuan yang di Juanda tadi, penyerahan uang, bagaimana?" tanya jaksa, memastikan kepada Riyadh.

"Itu yang saya cabut di persidangan ini," ujar Riyadh.

Terdakwa kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung Gazalba Saleh berjalan mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/7/2024). Sidang lanjutan Hakim Agung nonaktif itu beragendakan mendengar keterangan 3 orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung Gazalba Saleh berjalan mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/7/2024). Sidang lanjutan Hakim Agung nonaktif itu beragendakan mendengar keterangan 3 orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Adapun dalam perkara ini, Gazalba Saleh didakwa terkait dugaan penerimaan gratifikasi 18.000 dolar Singapura dari pihak berperkara, Jawahirul Fuad.

Jawahirul Fuad sendiri diketahui menggunakan jasa bantuan hukum Ahmad Riyad sebagai pengacara.

Selain itu, Gazalba Saleh juga didakwa menerima SGD 1.128.000, USD 181.100, dan  Rp 9.429.600.000 dari pengurusan perkara-perkara lainnya di lingkungan MA.

Total nilai penerimaan gratifikasi dan TPPU yang dilakukan Gazalba Saleh senilai Rp 25.914.133.305 (Dua puluh lima miliar lebih).

"Bahwa terdakwa sebagai Hakim Agung Mahkamah Agung RI, dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2022, telah menerima gratifikasi sebesar 18.000 dolar Singapura sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa 1.128.000 dolar Singapura, 181.100 dolar Amerika serta Rp 9.429.600.000,00," kata jaksa KPK dalam dakwaannya.

Baca juga: Sandra Dewi Pakai Uang Panas Timah untuk Borong 88 Tas Mewah Hingga 141 Perhiasan

Akibat perbuatannya, dia dijerat Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian Hakim Agung itu juga diduga menyamarkan hasil tindak pidana korupsinya, sehingga turut dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dalam dakwaan TPPU, Gazalba Saleh dijerat Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Persidangan kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Hakim Agung nonaktif, Gazalba Saleh di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (19/8/2024). 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas