Kaukus Muda Beringin Kritisi Munas Partai Golkar yang Dimajukan, Soroti Ketentuan dalam AD/ART
AD/ART partai Golkar menetapkan kalau Munas adalah pemegang kekuasaan tertinggi dan harus dilaksanakan pada bulan Desember, sekali dalam lima tahun.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Kaukus Muda Beringin Kritisi Munas Partai Golkar yang Dimajukan, Soroti Ketentuan dalam AD/ART
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deklarator Kaukus Muda Beringin, Rafik Perkasa Alam mengatakan keputusan untuk menggelar Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar pada 20 Agustus 2024 tidak sesuai dengan AD/ART partai.
Dia menjelaskan pada Pasal 39 Ayat 2 Poin a AD/ART partai menetapkan kalau Munas adalah pemegang kekuasaan tertinggi dan harus dilaksanakan pada bulan Desember, sekali dalam lima tahun.
Sementara Pasal 39 Ayat 3 Poin a mengatur pelaksanaan Munaslub hanya dapat diadakan dalam keadaan luar biasa, jika ada persetujuan minimal 2/3 Dewan Pimpinan Daerah Provinsi.
Di sisi lain menurutnya, keputusan rapat pleno soal Munas ke-XI yang disepakati tanggal 13 Agustus 2024, tidak berdasarkan aturan yang berlaku. Jika tetap terselenggara, maka hal itu dipandang bakal jadi preseden buruk Partai Golkar ke depan.
“Keputusan Munas 20 Agustus 2024 yang disepakati pada rapat pleno 13 Agustus 2024 tidak berdasar dan inkonstitusional,” kata Rafik kepada wartawan, Senin (19/8/2024).
"Jika ini tetap terselenggara maka akan menjadi preseden buruk untuk Partai Golkar ke depan, itu yang kita sayangkan," ucapnya.
Ia menyarankan agar para senior dan elit DPP mencari solusi terbaik sehingga keputusan itu bisa diterima oleh semua stakeholder partai, demi menjaga integritas dan marwah partai.
“Sebaiknya DPP mengundang semua stakeholder yang terlibat baru mengambil keputusan,” kata dia.
Lebih lanjut, calon ketua umum definitif semestinya berasal dari kalangan pengurus yang pernah aktif di tingkat pusat atau daerah.
Dirinya kemudian mengkritik kemungkinan pencalonan Bahlil Lahadalia atau Gibran Rakabuming Raka yang tidak memiliki rekam jejak sebagai pengurus Partai Golkar. Sebab keduanya bukan pengurus partai di tingkat pusat maupun daerah.
“Siapa pun yang akan mencalonkan sebagai Ketua Umum Golkar definitif harus berasal dari kalangan pengurus yang pernah aktif di tingkat pusat atau daerah. Bahlil bukanlah pengurus Partai Golkar di tingkat pusat maupun daerah,” ungkap Rafik.
Dirinya pun menyatakan, siapapun ketua umum Partai Golkar akan didukung selama memenuhi persyaratan dalam AD/ART partai.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.