Luncurkan Inisiatif LaporIklim, Yayasan Warga Berdaya Ajak Warga Laporkan Fenomena Perubahan Iklim
Yayasan Warga Berdaya untuk Kemanusiaan (Warga Berdaya) hari ini secara resmi meluncurkan inisiatif LaporIklim, sebuah platform yang bertujuan membuka
Editor: Dodi Esvandi
Terakhir, Hermanu Triwidodo menekankan integrasi data global dengan praktik di lapangan.
“Yang penting adalah ilmunya. Bagaimana mempunyai data, kemudian menghubungan dengan tren dunia, dan menghasilkan banyak kajian sehingga
mampu memprediksi kejadian-kejadian mendatang,” ujarnya pada acara peluncuran LaporIklim di Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Acara peluncuran itu dihadiri oleh perwakilan media, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil (CSO).
Tarsono, petani muda dari Perkumpulan Petani Tanggap Perubahan Iklim Indramayu memberikan gambaran nyata di desanya dalam mendata dan menangkap fenomena perubahan iklim.
Ia menceritakan komunitasnya selama kurang lebih 14 tahun mendalami ilmu agrometeorologi.
Baca juga: Iklim Tropis Indonesia dan Kelembaban yang Tinggi Berdampak pada Kesehatan Kucing
“Kemampuan kami adalah menganalisis agar metodologis, yakni mengaitkan data curah hujan dengan data ekosistem untuk mengetahui dampak dari pola hujan tertentu pada lahan dan tanaman. Berdasarkan analisis itu petani terbantu untuk tahu masalah apa yang terjadi di lahannya dan dapat mencari solusinya,” ungkap Tarsono.
Apabila ditemukan permasalahan di lapangan, mereka segera mencari solusi untuk menghindari kerugian atau kegagalan panen.
Tarsono mengungkapkan bahwa mengaitkan fenomena yang ada dengan hasil belajar ilmu agrometeorologi tersebut membantu mereka dalam mengantisipasi dan menentukan strategi budidaya tanaman yang didiskusikan bersama dalam rembug desa.
Nadia Hadad, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, mengatakan bahwa perubahan iklim mengakibatkan banyak ketidakadilan. Empat dimensi dari ketidakadilan iklim adalah:
1. Rekognisi. Setiap kelompok masyarakat dari level manapun harus mendapatkan pengakuan atau rekognisi yang sama.
2. Keadilan distributif. Mitigasi dan adaptasi yang dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim harus terdistribusi secara merata.
3. Keadilan prosedural. Upaya untuk mengatasi perubahan iklim dengan seperangkat hukum, tata cara, etika, dan semacamnya harus melalui
prosedur yang memang menghargai aspek rekognisi dan distribusi.
4. Keadilan restorasi. Bagaimana bahwa dalam pola mengembalikan segala dampak yang sudah terjadi bisa diperbaiki sesuai dengan kebutuhan
masing-masing.
Baca juga: Presiden Jokowi Bicara 3 Sektor Penting saat Buka IPPP, Perubahan Iklim hingga Pengembangan SDM
“Kita mendorong supaya ada lebih banyak lagi pertukaran informasi untuk bisa saling membantu, bisa saling tahu, saling belajar dan saling berbagi. Ini
membutuhkan kerja sama dari semua pihak, tidak bisa hanya dari pemerintah, atau hanya petani sendiri, dan juga akademisi. Bagi CSO, tantangan terbesarnya adalah keterbatasan akses ke berbagai daerah,” ungkap Nadia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia