Aktivis Buruh Ingatkan Kekacauan Politik Pasca-putusan MK: Bisa Timbulkan Krisis Serius
Hal ini berkaitan dengan perubahan norma dalam UU Pilkada bisa berujung pada kekacauan politik yang imbasnya pada krisis serius bukan saja politik.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Arnod Sihite, mengingatkan kekacauan politik pasca putusan Mahkaman Konstitusi (MK) soal Pilkada.
Hal ini berkaitan dengan perubahan norma dalam UU Pilkada bisa berujung pada kekacauan politik yang imbasnya pada krisis serius bukan saja politik tetapi juga ekonomi.
Maka dari itu Arnod mengingatkan agar elite politik dan masyarakat tidak perlu gaduh lagi dengan berbagai manuver kecuali menjalankan putusan MK tersebut sebagai norma hukum yang final dan mengikat.
Bahwa DPR sudah membatalkan agenda revisi UU Pilkada, kata dia, merupakan keputusan politik yang tepat meski terlambat karena terlanjur sudah menimbulkan kegaduhan.
"Terus terang saja kekacauan akibat akrobatik politik yang dilakukan Baleg DPR RI itu sangat berbahaya. Beruntung sudah bisa dicegah. Bayangkan kalau terus dipaksakan, maka bisa menimbulkan krisis politik yang amat serius. Dan kalau sudah kritis politik maka berakibat pada terganggunya agenda ekonomi yang gilirannya berimbas pada kesempatan kerja untuk buruh juga," ungkap Arnod Sihite kepada wartawan, Jumat (23/8/2024).
Dia menegaskan putusan MK terlepas dari suka atau tidak suka adalah mutlak dijalankan sebagai bagian dari upaya bangsa ini untuk mengedepankan tertib hukum.
Dia mengaku heran jika ada upaya melawan putusan MK justru datang dari lembaga negara seperti DPR RI.
"Kalau DPR melawan itu artinya mereka melawan tertib hukum dan sangat berbahaya. Bagaimana indonesia bisa dipercaya jika praktek hukumnya kacau-balau? Ini yang tidak dipikirkan," jelas Arnod Sihite yang juga Sekretaris Jenderal Presidium Serikat Pekerja/Buruh Seluruh Indonesia ini.
Agenda pemilihan ekonomi yang tengah mengusahakan investasi masuk ke Indonesia kata dia tidak bisa terlepas dari kondisi politik di dalam negeri yang diharapkan stabil, tertib hukum dan karena itu bisa dipercaya.
"Karena dasar investasi di suatu negara itu adalah soal trust. Kalau hukumnya kacau, politiknya tidak stabil, bagaimana bisa dipercaya? Investor itu butuh kepastian hukum. Harapan kami kejadian kemarin itu cukup sudah. Jangan lagi diulangi," pungkas Arnod.
Seperti diketahui sebelumnya MK memutuskan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang diajukan oleh Partai Buruh dan Gelora.
MK memutuskan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
Sehari setelah putusan, DPR dan pemerintah langsung menggelar rapat untuk membahas revisi UU Pilkada.
Namun revisi yang dilakukan tidak sesuai dengan putusan MK.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Achmad Baidowi, mengeklaim bahwa revisi UU Pilkada dilakukan untuk mengakomodasi putusan MK yang membolehkan partai nonparlemen mengusung calon kepala daerah.
Baidowi menyebutkan bahwa UU Pilkada direvisi untuk memastikan putusan MK termuat dalam Undang-Undang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.