Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Brigjen Mukti Juharsa Disebut dalam Sidang Korupsi Timah Harvey Moeis, Ini Kata Propam Polri

Propam Polri memastikan tidak akan memanggil Brigjen Mukti Juharsa yang namanya disebut dalam sidang korupsi timah Harvey Moeis.

Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Brigjen Mukti Juharsa Disebut dalam Sidang Korupsi Timah Harvey Moeis, Ini Kata Propam Polri
TribunBanten.com/Engkos Kosasih
Kadiv Propam Polri Irjen Pol Abdul Karim. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa menjadi sorotan.

Nama jenderal polisi bintang satu tersebut disebut-sebut dalam sidang kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah yang menyeret suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis.

Terkait itu, Divisi Propam Polri saat ini belum akan melakukan penyelidikan karena masuk dalam ranah pengadilan.

"Itu ranah kejaksaan terkait penegakan hukum, dan masih proses sidang pengadilan belum inkrah," kata Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (24/8/2024).

Abdul Karim menyebut pihaknya tidak akan melakukan klarifikasi terhadap Mukti terkait hal tersebut.

Baca juga: Awal Mula Harvey Moeis Seret Helena Lim di Kasus Timah Hingga Nikmati Duit Rp 420 M, Modus Terungkap

"Kita tidak bisa mencampuri ranah pengadilan," ungkapnya.

Jadi Admin Grup 'New Smelter'

BERITA TERKAIT

Munculnya nama Brigjen Pol Mukti Juharsa berdasarkan keterangan Ahmad Syahmadi dalam sidang kasus korupsi timah untuk terdakwa suami Sandra Dewi, Harvey Moeis.

Ahmad Syahmadi yang merupakan General Manager Produksi PT Timah Wilayah Bangka Belitung 2016-2020 dalam sidang Kamis (22/8/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat mengungkap saat itu Mukti Juharsa masih berpangkat Kombes dan menjabat Dirreskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung.

Saksi Syahmadi mengungkapkan bahwa Mukti Juharsa menjadi admin grup New Smelter yang berisi para pengusaha smelter swasta, perwakilan PT Timah, dan anggota Polda Bangka Belitung.

Baca juga: Suparta, Dirut PT Refined Bangka Tin Didakwa Terima Uang Hasil Korupsi Timah Rp 4,5 Triliun

"Nama grupnya apa?" tanya Hakim Ketua, Eko Ariyanto kepada Syahmadi.

"New Smelter," jawab Syahmadi.

"Adminnya siapa?" kata Hakim Eko.

"Seingat saya adminnya Pak Dirreskrimsus, Pak Kombes Mukti," ujar Syahmadi.

"Pak Mukti. Mukti siapa?" tanya Hakim Eko Ariyanto, memastikan.

"Juharsa," jawab Syahmadi.

"Dari Polri?" tanya hakim.

"Dari Polda," kata Syahmadi.

Selain itu, dari pihak Kepolisian pula terdapat Wakil Dirreskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung.

"Dari Polda seingat saya ada dua. Satunya lagi wakil direktur," katanya.

Atas fakta yang terungkap di persidangan itu, jaksa penuntut memilih untuk tidak menindak lanjutinya.

Mukti yang namanya disebut-sebut, takkan dihadirkan jaksa penuntut umum ke persidangan.

Alasannya, Mukti Juharsa tidak pernah diperiksa pada tahap penyidikan perkara Harvey Moeis.

"Di berkas perkara tidak ada BAP (berita acara pemeriksaan) dan kemudian tidak kita pakai," kata jaksa Ardito Muwardi, ketua tim penuntutan dalam perkara ini saat ditemui awak media usai persidangan.

"Karena di berkas perkara tidak ada, ya kita kemungkinan besar tidak akan kita panggil," katanya lagi.

Meski begitu, fakta persidangan kali ini, termasuk soal jenderal polisi menjadi admin grup Whatsapp, tetap dipertimbangkan tim jaksa penuntut umum untuk menyusun tuntutan terhadap Harvey Moeis.

"Iya jadi bahan pertimbangan," ujarnya.

Menurut jaksa penuntut umum, dalam hal ini Mukti sebagai perwakilan Polda Bangka Belitung saat itu membuat grup Whatsapp sekadar untuk mengimbau para smelter swasta.

"Polri tadi menurut keterangan saksi hanya membentuk grup WA untuk mengimbau agar para smelter-smelter swasta memberikan kuota (ekspor)nya kepada PT Timah," kata jaksa Ardito.

Sebagai informasi, terdakwa yang disidangkan kali ini, yakni Harvey Moeis secara garis besar dijerat ke dalam perkara ini atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.

Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.

Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas