Jaksa Ungkap Metode Kaleng Susu dan Jemput Bola dalam Kasus Korupsi Timah di Bangka Belitung
Terungkap adanya metode kaleng susu dan jemput bola yang digunakan untuk mengakomodir hasil penambangan timah ilegal di Bangka Belitung.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mengungkapkan adanya metode kaleng susu dan jemput bola yang digunakan untuk mengakomodir hasil penambangan timah ilegal di Bangka Belitung.
Fakta terungkap dalam sidang pembacaan dakwaan terhadap dua mantan petinggi PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi sebagai mantan direktur utama dan Emil Ermindra sebagai mantan direktur keuangan pada Senin (26/8/2024).
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, jaksa mengungkap awalnya, metode tersebut dilakukan karena para petinggi PT Timah ingin meningkatkan produksi pada pertengahan tahun 2017.
Namun, cara yang digunakan, mereka tak hanya membeli dari para penambang legal, tetapi juga penambang ilegal di wilayah iin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Baca juga: Sidang Lanjutan Kasus Korupsi Timah, Jaksa Hadirkan 5 Saksi, Ini Nama-namanya
"Pada pertengahan tahun 2017 ALWIN ALBAR selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk bersama-sama Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Emil Emindra selaku Direktur Keuangan PT Timah bersepakat untuk meningkatkan produksi bijih timah dengan cara membeli dari penambang baik Mitra Jasa Penambangan atau pemilik IUJP maupun penambang ilegal yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Timah Tbk," kata jaksa saat membacakan dakwaan bagi Mochtar Riza dan Emil Ermindra.
Untuk melancarkan tujuan tersebut, mereka kemudian membeli bijih timah secara jemput bola, yakni mendatangi para penambang ilegal.
Baca juga: Brigjen Mukti Juharsa Disebut dalam Sidang Korupsi Timah Harvey Moeis, Ini Kata Propam Polri
"Bahwa untuk melaksanakan program pembelian langsung bijih timah dari penambang ilegal dengan sistem Jemput Bola tersebut mewajibkan karyawan yang berada di bawah Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk untuk mendatangi penambang ilegal yang melakukan kegiatan pengambilan sisa-sisa hasil penambangan atau melimbang di lokasi tambang di wilayah IUP PT Timah Tbk," katanya.
Menurut jaksa, para penambang ilegal saat itu dibayar secara tunai.
Namun, lama kelamaan mereka menolak menyerahkan hasil penambangan ilegal ke PT Timah karena ingin dibayar sesuai dengan harga pasaran timah.
"Dalam pelaksanaan pembayaran tersebut mengalami kendala karena pemilik bijih timah tidak bersedia menjual sesuai dengan harga yang ditetapkan dalam RAB PT Timah Tbk melainkan berdasarkan harga pasar saat itu," ujar jaksa.
Untuk menyelesaikan permasalahan itu, para petinggi PT Timah akhirnya membeli bijih timah dengan harga kadar tinggi. Padahal, bijih timah yang didapat berkadar rendah.
Hal itu dapat terjadi karena menggunakan metode kaleng susu alias tidak ada uji laboratorium saat pembelian bijih timah oleh PT Timah. Dari situlah kemudian terdapat kemahalan harga yang dikeluarkan PT Timah.
"Dalam pelaksanaannya PT Timah Tbk membeli bijih timah kadar rendah dengan harga kadar tinggi yang ditambang oleh Penambang Ilegal di dalam Wilayah IUP PT Timah. Di mana Penentuan Tonase Bijih timah yang dibeli menggunakan Metode Kaleng Susu tanpa uji laboratorium," ucapnya.
Atas perbuatannya dalam perkara ini, Riza Pahlevi dan Emil Ermindra didakwa Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.