Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Megawati Apresiasi Hakim MK: Akhirnya Konstitusi Menembus Benteng Kekuasaan

Dalam pidatonya, ia pun sempat menyinggung potensi kebangkitan Orde Baru apabila para hakim MK tidak menggunakan hati nuraninya.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Megawati Apresiasi Hakim MK: Akhirnya Konstitusi Menembus Benteng Kekuasaan
Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda
Presiden Kelima RI yang juga Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri saat menyampaikan pidatonya dalam pengumuman calon kepala daerah PDIP gelombang kedua, di Kantor DPP Partai, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Kamis (22/8/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PDI Perjuangam sekaligus Presiden Kelima Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri mengucapkan beribu terima kasih kepada para hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Megawati menyatakan pada akhirnya konstitusi mampu menembus benteng kekuasaan.

Dalam pidatonya, ia pun sempat menyinggung potensi kebangkitan Orde Baru apabila para hakim MK tidak menggunakan hati nuraninya.

Baca juga: Megawati Beri Peringatan ke Airin hingga Andika: Kalau Ndak Menang Ada Risiko

Hal tersebut disampaikannya dalam acara pengumuman bakal calon kepala daerah dan bakal calon wakil kepala daerah gelombang ketiga yang diusung PDI Perjuangan di kantor DPP PDI Perjuangan Menteng Jakarta Pusat pada Senin (26/8/2024).

"Kan akhirnya Konstitusi ini menembus benteng kekuasaan. Lah orang bener. Saya beribu-ribu terima kasih sama hakim-hakim MK, masih punya nurani," kata Megawati.

"Karena kalau baca pidato saya. Kan saya suruh baca lagi yang waktu itu saya sudah bilang, wah wah wah kalau MK-nya kayak begini padahal itu yang saya buat, waduh ini Orde Baru bisa muncul lagi lho. MK yo masa' begitu. Tapi ini rupanya sudah balik ini," sambung dia.

Baca juga: Megawati Minta Airin Pakai Baju Merah Hitam: Kalau Mau Masuk Partai, Ya Masuk

BERITA TERKAIT

Namun Megawati mengingatkan agar para kader PDI Perjuangan tidak terlena.

Menurutnya, saat ini orang-orang sudah mulai merasa nyaman karena tidak pernah ada sengketa.

Akan tetapi, menurutnya masih ada yang menikmati kenyamanan tersebut tanpa mau melihat lagi banyak masyarakat yang kesusahan," kata dia.

"Karena apa ya? Itu yang mungkin saya selalu bilang Indonesia katakan damai, tidak ada sengketa. Jadi orang mulai merasa nyaman. Tapi nyamannya ada yang tidak benar. Terus saya bilang ini maksudnya ke zona nyaman. Sudah nggak mau melihat, masih banyak orang yang susah," kata Megawati.

Ia pun berbicara tentang peran mahasiswa dalam aksi menolak revisi Undang-Undang Pilkada yang digelar di sekitar kompleks parlemen Senayan Jakarta pada Kamis (22/8/2024) lalu.

Megawati juga mengaku mengikuti pemberitaan dan informasi terkait dengan aksi tersebut khususnya terkait penangkapa sejumlah pengunjuk rasa.

Menurutnya hal tersebut menunjukkan saat ini mahasiswa telah memahami situasi.

"Terus kemarin itu, kan terus mengikuti ya. Jangan adik-adik pikir ibu nggak mengikuti lho. Terus enak saja, ditangkap sampai 300-an ya. Terus kemarin saya suruh ini (kader PDIP) itu, saya suruh dia ngelihatin duluan. Bener toh. Habis itu terus yang lain juga datang. Waduh, Saya pikir, enak saja, duluan kita lah. Daripada mereka. Gawat," kata dia.

Megawati pun berbicara tentang banyaknya kalangan masyarakat sipil yang meminta menemuinya untuk membahas situasi di tanah air.

Baca juga: Pernyataan Megawati Ini Jadi Indikasi PDIP Batal Calonkan Anies Baswedan di Pilgub Jakarta?

Mereka, kata Megawati, berasal dari kalangan akademisi, budayawan, seniman.

Ia pun mengenang saat dirinya menjadi saksi sejarah detik-detik tumbangnya rezim Orde Baru.

"Karena saya dulu, waktu itu beberapa masih ketemu saya. Masih ingat saya. Masih panggil Mbak. Saya masih ingat lho situ ke Trisakti. Hei kamu masih ingat ya? Iya, saya kan juga di situ. Dengar pidatonya Mbak. Maksud saya jelek-jelek saya tahu peristiwa waktu zaman mau reformasi itu," kata dia.

Putusan MK Soal Ambang Batas dan Syarat Usia Calon Kepala Daerah

Diberitakan, MK mengabulkan pokok permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait norma UU Pilkada yang mengatur ambang batas pengusungan calon di Pilkada.

Hal itu disampaikan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta pada Selasa (20/8/2024).

"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata dia.

Suhartoyo menyatakan Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftatkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;

b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.

c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut

d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam setengah persen) di provins itersebut;

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:

a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihn tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.

b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5% (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.0000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemiu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam setengah persen) di kabupaten/kota tersebut;".

Baca juga: Megawati: Mau Ikut PDI Perjuangan atau Mau Dompleng Saja?

Sebelumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora menggugat aturan terkait batasan partai politik tanpa kursi di DPRD dalam pengusungan pasangan calon (paslon) di Pilkada yang diatur pada Pasal 40 Ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).

Pasal tersebut berbunyi, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."

Pada putusan perkara nomor Nomor 70/PUU-XXII/2024, MK juga telah menegaskan sikapnya terkait syarat batas minimal usia calon kepala daerah.

Dikutip dari salinan putusan MK tersebut, Mahkamah menyatakan bahwa norma terkait batas usia calon kelala daerah dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 adalah norma yang sudah sangat jelas.

Hal tersebut tertuang dalam pertimbangan hukum Mahkamah di poin 3.17 yang menyatakan pertimbangan dilakukan secara utuh dan komprehensif berdasarkan pada pendekatan historis, sistematis, praktik selama ini, dan perbandingan.

Dengan pertimbangan tersebut, Mahkamah menegaskan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 merupakan norma yang sudah jelas, terang-benderang, bak basuluh matohari, cetho welo-welo," kata Mahkamah.

Sehingga, menurut Mahkamah, terhadapnya tidak dapat dan tidak perlu diberikan atau ditambahkan makna lain atau berbeda selain dari yang dipertimbangkan dalam putusan a quo, yaitu persyaratan dimaksud harus dipenuhi pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon.

Dalam batas penalaran yang wajar, Mahkamah menegaskan bahwa menambahkan pemaknaan baru pada Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016, termasuk seperti yang dimohonkan para Pemohon, justru akan memosisikan norma a quo menjadi berbeda sendiri (anomali) di antara semua norma dalam lingkup persyaratan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. 

Selain itu, menurut Mahkamah bilamana terhadap norma Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 ditambahkan makna seperti yang dimohonkan para Pemohon, norma lain yang berada dalam rumpun syarat calon berpotensi dimaknai tidak harus dipenuhi saat pendaftaran, penelitian, dan penetapan sebagai calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. 

"Kalau kondisi demikian terjadi, pemaknaan baru dimaksud potensial menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap syarat lain yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU 10/2016. Artinya, pemaknaan tersebut tidak sejalan dengan jaminan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945," sebagaimana dikutip dari salinan putusan MK tersebut.

Pada pertimbangan selanjutnya di poin 3.18, Mahkamah menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas telah ternyata norma Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 yang mengatur mengenai syarat minimum usia calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah telah memberikan kepastian hukum yang adil sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, bukan seperti yang didalilkan oleh para Pemohon.

"Dengan demikian, dalil-dalil para Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," dikutip dari salinan putusan MK tersebut.

Diberitakan sebelumnya, MK menegaskan, persyaratan batas usia minimum calon kepala daerah ditetapkan sebelum penetapan pasangan calon.

Hal ini ditegaskan MK melalui Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, yang diajukan oleh A Fahrur Rozi dan Anthony Lee.

Mahkamah sejatinya menolak permohonan yang diajukan. 

Namun, dalam pertimbangannya, MK menilai terdapat urutan rangkaian kegiatan yang berada dalam satu rangkaian, yakni tahapan pendaftaran, penelitian persyaratan calon dan penetapan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. 

"Karena berada dalam satu kelindan, semua yang menyangkut persyaratan harus dipenuhi sebelum dilakukan penetapan calon. Artinya, dalam batas penalaran yang wajar, penelitian keterpenuhan persyaratan tersebut harus dilakukan sebelum tahapan penetapan pasangan calon," kata Saldi Isra, saat membacakan pertimbangan perkara a quo, di ruang sidang pleno Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Mahkamah mengatakan, semua syarat pasangan calon kepala daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada harus dipastikan telah terpenuhi sebelum penyelenggara pemilu menetapkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. 

Artinya, pada tahapan-tahapan berikutnya, seperti pemungutan suara, penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara, serta penetapan persyaratan, harus dipenuhi sebelum dilakukan penetapan calon.

Tak hanya itu, MK juga membandingkan penentuan batas usia persyaratan calon anggota legislatif dan juga calon presiden dan wakil presiden yang keterpenuhan syarat calon ditentukan ketika penetapan sebagai pasangan calon. 

"Artinya, segala persyaratan yang harus dipenuhi pada tahapan pencalonan harus tuntas ketika ditetapkan sebagai calon dan harus selesai sebelum penyelenggaraan tahapan pemilihan berikutnya," ucap Saldi.

Sebagai informasi, Pemohon Fahrur Rozi dan Anthony Lee dalam petitum permohonannya, meminta agar MK mengembalikan tafsir syarat usia calon kepala daerah seperti semula sebelum adanya putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024, yaitu ditetapkan sejak KPU menetapkan pasangan calon.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas