Paus Fransiskus Prioritaskan Kaum Marginal dan Terpinggirkan
Paus Fransiskus menunjukkan kepedulian mendalam terhadap golongan yang kerap tak terdengar dan kurang diperhatikan
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah mendarat di Indonesia Selasa (3/9/2024), Paus Fransiskus disambut anak yatim, orang sakit, dan pengungsi di kompleks Kedutaan Besar Vatikan (Nunciatura) di Jakarta Pusat.
Dalam acara tersebut, Bapa Suci menyapa kurang lebih 40 orang dari kelompok marginal.
Kegiatan tersebut berlangsung singkat namun hangat.
Dengan menempatkan pertemuan tersebut segera setelah kedatangannya, Paus Fransiskus sekali lagi menunjukkan kepedulian mendalam terhadap golongan yang kerap tak terdengar dan kurang diperhatikan.
Baca juga: Disambut Presiden Jokowi, Paus Fransiskus Tiba di Istana Merdeka
“Di hari pertama, bahkan agenda pertama Sri Paus di Indonesia adalah menyapa orang-orang yang berada di pinggiran eksistensial.
Paus selalu menaruh perhatian khusus kepada orang miskin, telantar, pengungsi, dan korban human trafficking,” ujar Rm Martinus Dam Febrianto SJ, Indonesia Country Director, Jesuit Refugee Service (JRS) dalam keterangan tertulis, Rabu (4/9/2024).
Dikatakannya, perhatian Paus Fransiskus terhadap kelompok marginal telah ia tuangkan dalam Evangelii Gaudium tahun 2013, tak lama setelah beliau terpilih menjadi pemimpin umat Katolik sedunia.
Berikut petikannya:
Sangat perlu memberi perhatian dan mendekatkan diri kepada bentuk-bentuk baru kemiskinan dan kerentanan, di mana Kristus yang menderita ada di dalamnya dan kita dipanggil untuk mengenali-Nya, bahkan jika upaya untuk mengenali-Nya tampaknya tidak memberi kita manfaat nyata dan langsung.
Saya berpikir tentang para tunawisma, para pecandu napza, para pengungsi, penduduk asli, dan banyak orang lainnya. Para migran memberikan tantangan khusus bagi saya, karena saya adalah imam dari sebuah Gereja tanpa perbatasan, Gereja yang menganggap dirinya ibu bagi semua.”
Oleh sebab itu, saya menyerukan kepada setiap negara untuk memiliki keterbukaan yang murah hati yang akan mampu menciptakan bentuk-bentuk sintesis budaya baru tanpa perlu takut kehilangan identitas lokal.