Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
Tujuan Terkait

Lewat Festival UWRF, Ajak Bangun Ekosistem Literasi Berkelanjutan di Tengah Tantangan Era Digital

Lewat Festival UWRF, DJKI mengajak masyarakat Indonesia untuk bangun ekosistem literasi berkelanjutan di tengah tantangan era digital.

Editor: Content Writer
zoom-in Lewat Festival UWRF, Ajak Bangun Ekosistem Literasi Berkelanjutan di Tengah Tantangan Era Digital
Istimewa
Lewat event Festival UWRF dalam DJKI Mendengar dan Mengedukasi, DJKI ajak masyarakat untuk bangun ekosistem literasi berkelanjutan di tengah tantangan era digital. 

TRIBUNNEWS.COM - Festival Manager Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) Dwi Ermayanthi menekankan bahwa pihaknya menginisiasi UWRF sebagai tempat penting bagi para pemangku kepentingan untuk berbagi keresahan, pengetahuan, dan memperluas jejaring. 

Hal ini dikatakan selaras dengan yang ditegaskan oleh para pelaku literasi di Indonesia. Dimana diperlukan adanya kolaborasi dan inovasi untuk memperkuat ekosistem literasi yang berkelanjutan. 

“Kolaborasi antar-stakeholder di UWRF memungkinkan terciptanya kerja sama yang memperkuat literasi. Festival ini juga merupakan wadah advokasi dan sosialisasi hukum hak cipta, yang sangat penting dalam melindungi karya kreatif,” ujar Dwi dalam keterangan persnya, Sabtu (7/9/2024). 




Hal ini disampaikan Dwi pada gelaran acara DJKI Mendengar dan Mengedukasi di Taman Werdhi Budaya Art Center, Bali, Jumat (6/9/2024). 

Saat UWRF pertama kali digagas pada 2004, belum banyak festival literasi di Indonesia. Oleh karena itu, Dwi menambahkan bahwa UWRF telah menjadi platform untuk meningkatkan kapasitas dan aktualisasi diri bagi para peserta. 

“Kami menawarkan 200 program yang memungkinkan peserta untuk meningkatkan keterampilan, berbagi pengetahuan, dan mengaktualisasikan diri. Ini adalah bagian dari upaya kami untuk membangun ekosistem literasi yang berkelanjutan,” jelas Dwi.

Sementara itu, Warih Wisatsana, penulis dan kurator seni menambahkan bahwa literasi bukan sekadar membaca, tetapi juga menciptakan ruang untuk berpikir kritis dan reflektif. 

BERITA TERKAIT

Menurut Warih, era digital sering kali meremehkan nilai hak cipta yang berdampak pada kualitas literasi dan apresiasi terhadap karya sastra. 

Baca juga: Pentingnya Branding Produk Lokal, DJKI Dorong Masyarakat Bali untuk Manfaatkan Indikasi Geografis

“Saya menegaskan seni sebagai seruan kesadaran. Literasi tidak hanya tentang melahirkan pembaca, tetapi juga pemikir dan kreator. Tantangan digital harus dihadapi dengan menjaga integritas karya dan menghormati hak cipta,” kata Warih.

“Kesadaran dapat merujuk pada upaya penyadaran dan kepedulian terhadap lingkungan, termasuk hak-hak sebagai seniman, kreator, tanggung jawab sosial, dan pemahaman terhadap kekayaan intelektual,” tegas Warih.

Di sisi lain, Analis Hukum Muda DJKI Rikson Sitorus mengungkapkan, pembajakan buku masih menjadi tantangan besar bagi ekosistem literasi di Indonesia. 

Berdasarkan survei Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) pada 2021, sekitar 75 persen penerbit menemukan buku mereka dibajak dan dijual di loka pasar, dengan kerugian mencapai ratusan miliar rupiah. 

“Pembajakan tidak hanya terjadi di ranah digital, tetapi juga melalui penggandaan isi buku di tempat fotokopi. Ini merugikan penulis dan penerbit, serta mengancam keberlanjutan literasi,” jelas Rikson.

Rikson menekankan pentingnya pencatatan hak cipta di DJKI dan pemanfaatan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) untuk mengelola royalti. 

Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI sendiri telah mengesahkan Pengelolaan Royalti Atas Lisensi Penggunaan Sekunder Untuk Hak Cipta Buku Dan/atau Karya Tulis Lainnya. Regulasi ini mengatur siapa saja pihak yang wajib membayar royalti atas penggandaan buku. 

“Dengan pencatatan hak cipta, penulis bisa memanfaatkan hak-hak ekonomi dari karya mereka. LMK dapat membantu mengumpulkan royalti berdasarkan lisensi penggunaan sekunder, yang sangat penting untuk mendukung kesejahteraan penulis,” tutup Rikson.

Kesimpulannya, para narasumber sepakat bahwa membangun ekosistem literasi berkelanjutan di Indonesia memerlukan sinergi dan komitmen dari berbagai pihak. 

Tantangan era digital, seperti pembajakan, harus dihadapi dengan strategi yang komprehensif dan kolaboratif, demi masa depan literasi yang lebih baik.

Baca juga: Siap Gelar Festival Kekayaan Intelektual 2024, DJKI Dorong Perlindungan KI untuk Ekonomi Mandiri

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas