Sidang Helena Lim, Saksi Ungkap Penyebab PT Timah 3 Tahun Kalah Saing Dari Perusahaan Swasta
PT Timah Tbk disebut sempat mengalami kekurangan produksi bijih timah khususnya pada periode 2015 hingga 2017 meski wilayah IUP luas.
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
"Bahwa memang kita di lapangan itu terjadi disparitas harga. Jadi PT Timah boleh dibilang kalah bersaing dalam hal kompensasi pembayaran kepada penambang," ucap Ali.
"Pembelian bijih timah di smelter lebih mahal? Dan kalah bersaing," tanya Jaksa.
"Betul," ujar Ali.
Akibatnya pada tahun 2018, PT Timah melalui Divisi produksi, kata Ali, mencoba memutar otak guna meningkatkan jumlah produksi bijih timah.
Salah satunya PT Timah pun membuat program Izin Usaha Jasa Penambangan (IUJP) yang dibuka untuk para penambang.
"Seperti yang saya jelaskan, bahwa nanti ada masyarakat yang mempunyai badan hukum yang mengajukan kemitraan pada PT Timah," tuturnya.
Nantinya lanjut Ali, penambang-penambang yang sudah bergabung di program IUJP bakal dilakukan verifikasi dan perjanjian untuk memastikan patuh pada setiap peraturan yang dibuat.
"Nanti kita terbitkan SP surat perjanjian setelah selesai perjanjian kaki, di Unit melakukan verifikasi terhadap lokasi yang ditambang," katanya.
Dalam perkara ini, 22 orang kini menjalani proses hukum.
Dari jumlah tersebut enam enam orang dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Harvey Moeis, Helena Lim, Suparta, Tamron alias Aon, Robert Indarto, dan Suwito Gunawan.
Selain itu, ada yang sudah disidangkan, yakni Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron yang dijerat obstruction of justice atau perintangan proses hukum di Pengadilan Negeri Pangkalpinang.
Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 300 triliun.
Kerugian yang dimaksud meliputi harga sewa smelter, pembayaran biji timah ilegal, dan kerusakan lingkungan.
Akibat perbuatan yang dianggap jaksa merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Para tersangka TPPU dijerat Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian pihak yang terjerat obstruction of justice dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.