Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Asosiasi Konsumen Kritisi Rancangan Permenkes Soal Tembakau, Pengamat Soroti Dampak Legitimasinya

Ia meminta pemerintah membedakan aturan produk tembakau alternatif dengan rokok sesuai dengan temuan kajian ilmiah yang ada. 

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Asosiasi Konsumen Kritisi Rancangan Permenkes Soal Tembakau, Pengamat Soroti Dampak Legitimasinya
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ilustrasi Perwakilan dari asosiasi lintas sektor memberikan keterangan saat Konferensi pers yang digelar oleh APINDO di Jakarta, pekan lalu. Puluhan asosiasi memberikan pernyataan sikap penolakan atas berbagai kebijakan kontroversial terkait pengaturan produk tembakau pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 serta aturan turunannya, Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang memuat wacana kemasan polos tanpa merek. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi konsumen produk tembakau alternatif mengeluhkan ketentuan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Kesehatan 17/2023.

PMK yang disusun memuat ketentuan kemasan polos (plain packaging) untuk produk tembakau dan rokok elektronik, dengan referensi dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang tidak diratifikasi oleh pemerintah Indonesia.




Sekretaris Aliansi Vaper Indonesia (AVI) Wiratna Eko Indra Putra, mengaku kecewa lantaran penyusunan PP 28/2024 hanya mewakili kepentingan sepihak dari sisi kesehatan tanpa mempertimbangkan aspek lainnya. 

"Pengesahan regulasi tersebut jelas mempersulit akses konsumen dewasa untuk beralih ke produk yang lebih rendah risiko," kata Wiratna dalam keterangannya, Senin (16/9/2024).

Saat ini, sudah terdapat berbagai kajian ilmiah dari luar dan dalam negeri yang menemukan bahwa produk tembakau alternatif memiliki profil risiko lebih rendah. 

Wiratna berharap pemerintah seharusnya membedakan aturan produk tembakau alternatif dengan rokok sesuai dengan temuan kajian ilmiah yang ada. 

BERITA TERKAIT

Kajian ilmiah dinilai penting dipertimbangkan dengan merangkul seluruh pemangku kepentingan di industri vape. Tujuannya agar aturan yang ada tidak memberatkan salah satu pihak tanpa adanya solusi yang jelas.

"Salah satu tujuan produk tembakau alternatif adalah mengurangi risiko penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan merokok. Selain itu, perokok dewasa diberikan pilihan yang lebih rendah risiko untuk meningkatkan kualitas hidupnya," tambahnya.

Alih-alih menerapkan aturan yang dapat menjadi langkah mundur dalam menurunkan prevalensi merokok, Wiratna berharap pemerintah bisa berkaca dari keberhasilan negara maju, seperti Inggris, yang menggencarkan produk tembakau alternatif sebagai upaya menekan angka perokok. 

Selain itu, kajian ilmiah dari lembaga-lembaga penelitian lokal tentang produk tersebut juga perlu dilakukan secara masif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat.

Terpisah, pengamat kebijakan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Fathudin Kalimas menyatakan, partisipasi publik harus dibuka secara inklusif dengan melibatkan semua pihak terkait, khususnya yang terdampak PP 28/2024.

"Jika dalam pembentukannnya tidak melibatkan stakeholder terkait, maka berdampak soal legitimasi dan efektivitasnya di lapangan. Selain itu, juga berpotensi mengabaikan hak dan kepentingan sebagian pemangku kepentingan yang tidak diberi ruang dalam perumusannya," ujarnya.

Fathudin menegaskan banyaknya peraturan yang menuai polemik akibat minimnya kanal aspirasi berbagai pemangku kepentingan sebaiknya direvisi. Prinsip dalam pembentukan peraturan perundang-undangan adalah keadilan, sehingga harus mencerminkan berbagai kepentingan yang ada.

"Beleid tersebut akan berdampak pada kelangsungan UMKM (usaha mikro kecil dan menengah), industri periklanan, industri kreatif dan usaha kecil lainnya. Padahal, pemerintah semangatnya justru mencetak UMKM secara masif, kebijakan ini tentu berpotensi menggerus sektor tersebut. Jika ada potensi pengabaian hak, dapat juga dilakukan langkah pengujian (judicial review) di Mahkamah Agung," tambahnya.

Fathudin juga menilai beleid dalam PP 28/2024 bersifat restriktif dan berpotensi menghambat perokok dewasa beralih dari kebiasaan merokok.

"Jika menghilangkan kebiasaan merokok dianggap berat, setidaknya dengan beralih ke produk yang lebih rendah risiko juga dapat disebut sebagai bagian dari strategi," jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas