Megawati Bicara Potensi Bahaya AI dan Keterlibatan Aktor Non Negara dalam Penguasaan Dunia
Megawati minta negara di dunia susun hukum internasional yang mengatur penggunaan Artificial Intelligence (AI)
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, RUSIA - Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri mengajak pemerintah negara-negara di dunia segera menyusun hukum internasional yang mengatur penggunaan Artificial Intelligence (AI).
Megawati memberi penekanan pada resiko AI jika disalahgunakan oleh para aktor non negara (Non-State Actors).
Hal itu disampaikannya dalam kuliah umum bertajuk ‘Tantangan Geopolitik dan Pancasila Sebagai Jalan Tata Dunia Baru’.
Kuliah disampaikan dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun Ke-300 Universitas Saint Petersburg, di Rusia, Senin (16/9/2024).
Hadir sebagai peserta ratusan mahasiswa dari Universitas Saint Petersburg serta sivitas akademika kampus tersebut.
Menurut Megawati, dunia kini dihadapkan pada persoalan yang lebih kompleks, volatile, penuh ketidakpastian, dan berpotensi terjadinya ekskalasi konflik.
“Potensi konflik harus segera dimitigasi, termasuk akibat penyalahgunaan kemajuan teknologi termasuk artificial intelligence,” kata Megawati.
Megawati juga mengakui, perkembangan teknologi di satu sisi membawa kemajuan bagi peningkatan taraf kehidupan.
“Namun jangan lupa disisi lain, teknologi yang digunakan untuk senjata pemusnah massal bisa menghancurkan peradaban,” ujar Megawati, yang juga Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu.
Baginya, keadaan inilah yang menyebabkan mengapa persoalan geopolitik semakin kompleks, bersifat multipolar, multi aktor, dan spektrumnya semakin luas karena munculnya aktor-aktor non negara.
Baca juga: Megawati Ajak Ilmuwan Rusia-Indonesia Teliti Gunung Api Bawah Laut, Singgung Letusan Krakatau 1883
Megawati menjelaskan, potensi konflik juga terjadi akibat perbedaan kepentingan nasional dan benturan penguasaan sumber daya.
Konflik juga dipicu melalui identitas agama, etnisitas, dan lahirnya berbagai paham baru.
Kesemuanya memunculkan konflik asimetris dengan wataknya yang radikal, anti kemapanan, rasial, dan pengaruhnya menembus lintas batas negara.
Di luar hal tersebut, ancaman penggunaan senjata kimia dan biologi juga kian mencemaskan.