Pengaruh Jokowi dalam Penegakan Hukum Indonesia hingga Dugaan Korupsi Pemotongan Honor Hakim Agung
Alih-alih menyunat honor secara paksa, menurut Suharto, fakta yang terjadi adalah para hakim agung bersepakat untuk menyerahkan secara sukarela sebesa
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengaruh kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berdampak besar dalam proses penegakan hukum di Indonesia saat ini.
Hal itu disampaikan oleh eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang saat ditemui usai menjadi pembicara dalam sebuah diskusi terkait dugaan korupsi pemotongan honor hakim agung.
”Sangar besar (pengaruh Jokowi). Dan itu kan di dalam strategi nasional itu di negara mana-mana kalau pemimpinnya bilang A, orang harus bilang A, harus melaksanakan,” ujar Saut Situmorang usai diskusi di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (18/9/2024).
Lebih lanjut, ia juga mengungkit ihwal Jokowi yang merupakan bagian dalam cawe-cawe saat pemilu lalu hingga melakukan proses transaksional dalam melibatkan anaknya untuk maju menjadi calon wakil presiden.
“Dia bagian dari cawe-cawe. Dia mengikutkan serta anaknya berikut terlibat di dalam isu transaksional. Gimana rakyatnya mau denger,” tuturnya.
Hal-hal yang dilakukan Jokowi itu pun disebut Saut menjadi salah satu pengaruh ke dalam internal MA yang di mana terjadi perbedaan pandangan antara satu dan yang lainnya.
”Ini tidak terlepas kemudian, awalnya ini kenapa kok ada berbeda antara satu tim, yang alami ini adalah judicial langsung para hakim, dan kemudian team work-nya,” jelas Saut.
“Tim supporting unitnya itu yang berbeda. Kan alasannya tadi gitu,” ia menambahkan.
Baca juga: Eks Pimpinan KPK Sebut Kaesang Hanya Ngeles soal Nebeng Jet Pribadi, Endus Ada Transaksi di Baliknya
Sebelumnya, MA membantah tudingan soal adanya dugaan tindak pidana korupsi itu.
"Tidak ada praktik pemotongan honorarium penanganan perkara hakim agung yang dilakukan secara paksa dengan intervensi pimpinan Mahkamah Agung," kata jubir MA Suharto dalam konferensi pers di Yogyakarta, Selasa (18/9/2024).
Alih-alih menyunat honor secara paksa, menurut Suharto, fakta yang terjadi adalah para hakim agung bersepakat untuk menyerahkan secara sukarela sebesar 40 persen dari hak honorarium penanganan perkara yang diterimanya.
Sebagian honor tersebut, kata dia, diserahkan untuk didistribusikan kepada tim pendukung teknis dan administrasi yudisial.