Pengamat Hukum Nilai Harus Ada Batas yang Jelas Penyidikan Kejaksaan dalam Tindak Pidana
Padahal, Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-undang Kejaksaan disebutkan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak dalam
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam beberapa kasus kewenangan penyidikan oleh kejaksaan mengenai tindak pidana tertentu kerap tidak memiliki batasan.
Pengamat hukum Ade Adriansyah Utama menilai, hal itu membuat aparat penegak hukum bersifat superbody (wewenang besar) dalam penegakan hukum.
Dampaknya bisa menjadi efek negatif dalam implementasi penyidikan.
Padahal, Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-undang Kejaksaan disebutkan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, hingga pemberian jasa hukum.
“Yang harusnya tiga matra hukum berkoordinasi dan kerjasama ini malah terjadi persaingan dan melemahkan satu dengan lainnya,” kata Ade kepada wartawan di Jakarta, Rabu (25/9/2024).
Baca juga: KPK Sebut Kasus Perintangan Penyidikan Bisa Terungkap Jika Harun Masiku Tertangkap
Ade berujar, kewenangan penyidikan kejaksaan dalam tindak pidana perlu ada pembatasan yang jelas.
Bukan tidak mungkin wewenang jaksa sebagai penyidik akan membuat jaksa dapat sewenang-wenang dalam proses penyidikan.
“Bayangkan, dalam proses prapenuntutan atas penyidikan yang dilakukan jaksa dilakukan sekaligus sehingga tidak ada kontrol dari lembaga lain,” kata Ade.
Dengan tidak ada fungsi kontrol tersebut, jaksa sering mengabaikan permintaan hak-hak tersangka, seperti permintaan untuk dilakukan pemeriksaan saksi/ahli dari tersangka dengan tujuan membuat terang suatu perkara.
“Superbody dalam penegakkan hukum malah akan melemahkan komitmen penegakkan hukum,” pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.