Hakim Geram Eks Dirut PT Timah Mengaku Tak Tahu Harvey Moeis Bos PT RBT: Saudara Jangan Begitu
Hakim geram dengan pengakuan mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani yang mengaku tak tahu soal posisi Harvey Moeis di PT RBT
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
Hanya saja ketika ditanya Hakim, Riza justru berkilah dengan menjawab bahwa yang ia tahu Harvey Moeis merupakan perwakilan RBT.
"Udah langsung aja, benar pak bapak ngomong gitu? Bos-nya RBT?" tanya Hakim memastikan.
"Ya saya waktu itu enggak tahu Pak, yang saya tahu Pak Harvey mewakili PT RBT," ucap Riza.
Mendapat jawaban tersebut, Hakim Eko pun sedikit geram dan menegur Riza agar jangan berbohong.
Bahkan pada saat di ruang sidang Hakim juga sempat memperingatkan untuk bicara apa adanya dalam proses persidangan.
"Ya sudah sudah. Saudara jangan begitu. Dari satu bohong, bohong, bohong, bohong begitu pak. Mau jadi apa hah? Hidup itu enggak lama pak, benar enggak? Kalau diisi dengan kayak begitu untuk apa? Mending apa adanya aja hidup ini," pungkasnya.
Sebagai informasi, Harvey Moeis dalam perkara ini secara garis besar didakwa atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.
Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dan sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.
Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah.
Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun. Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.